Selasa, 8 November 2022 – 10:31 WIB
VIVA Politik – Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal menteri yang tak harus mengundurkan diri saat mencalonkan sebagai presiden pada pemilihan umum (pemilu), berpotensi menimbulkan konflik kepentingan atau conflict of Interest
“Keputusan MK itu sudah inkrah yang sifatnya final dan mengikat, jadi kita tentu tidak perlu memperdebatkannya dan harus dihormati bersama. Namun begitu, kita perlu mempertanyakan dasar-dasar dari keputusan yang di ambil oleh Mahkamah Konsitusi itu,” kata Guspardi dalam keterangannya diterima awak media, Selasa, 8 November 2022.
![Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia / MKRI Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia / MKRI](https://thumb.viva.co.id/media/frontend/thumbs3/2020/12/28/5fe9aaad789fa-mahkamah-konstitusi-republik-indonesia-mkri_663_372.jpg)
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia / MKRI
Menurut Guspardi, putusan MK akan berdampak luas, antara lain, terganggungnya kerja pemerintahan, potensi penyalahgunaan kewenangan, dan penggunaan fasilitas negara.
“Ini yang menjadi sorotan dari masyarakat. Ketika Menteri tidak perlu mundur dan hanya cuti tergantung Presiden apakah mengizinkan atau tidak. Di satu sisi presiden harus menghormati hak seseorang mencalonkan diri sebagai calon Presiden atau Wakil Presiden, di sisi lain Presiden menyadari apabila menteri tidak mundur, kinerja di pemerintahan bisa terpengaruh dan akan berpotensi terganggu. Dan itu tentu membuat dilema Presiden,” kata Politisi PAN itu.
Legislator dapil Sumatera Barat 2 itu pun menerangkan bahwa UU No 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara menegaskan bahwa Menteri ditugaskan untuk membantu Presiden menjalankan tugas konstitusionalnya. Karena itu, dia mempertanyakan, jika seorang Menteri mencalonkan diri jadi Presiden dan tidak mundur dari jabatannya, apakah ada jaminan bisa fokus bekerja dan tidak memanfaatkan fasilitas yang melekat dengan jabatannya ketika melakukan sosialisasi ke seluruh Indonesia.
“Menteri akan lebih fokus pada pemenangan di Pilpres berbeda dengan kepala daerah yang tidak harus mundur ketika maju mencalonkan diri kembali, wilayahnya kecil. Sedangkan pemilu presiden berskala nasional. Bayangkan ada 34 provinsi dan 500 lebih kabupaten/kota, medannya luas. Banyak konsekuensi dari sisi apapun,” ujarnya.
source