Banda Aceh | Bidik Indonesia – Prosesi pelantikan Muzakir Manaf (Mualem) dan Fadhlullah (Dek Fadh) sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh periode 2025-2030 berlangsung khidmat di Gedung Utama DPRA, Rabu (12/2/2025). Acara ini diawali dengan pembacaan ayat suci Al-Qur’an oleh H. Takdir Feriza Hasan, S.Pd.I, yang diikuti dengan lantunan Shalawat Badar. Suasana semakin syahdu ketika hadirin turut menyambut bacaan shalawat dengan penuh kekhusyukan.
Setelah pembacaan ayat suci dan shalawat, prosesi dilanjutkan dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Himne Aceh, yang menggema di seluruh ruangan, menambah rasa nasionalisme dan kebanggaan masyarakat Aceh. Di luar gedung, masyarakat yang tidak dapat hadir langsung tetap mengikuti jalannya pelantikan melalui layar videotron yang dipasang di halaman Gedung DPRA. Selain itu, kemeriahan bertambah dengan penampilan drum band dari anak-anak muda Aceh, yang memainkan melodi semangat untuk menyambut pemimpin baru mereka.
Pemberhentian Pj Gubernur Aceh: Tangis Haru Mengiringi Akhir Jabatan
Dalam sesi khusus, prosesi pemberhentian Pj Gubernur Aceh menjadi salah satu momen paling emosional. Saat serah terima jabatan, Pj Gubernur terlihat menahan haru dan di akhir beberapa kali menyeka air mata. Dalam pidato singkatnya, ia mengucapkan terima kasih kepada masyarakat Aceh dan berharap kepemimpinan baru dapat membawa kesejahteraan bagi seluruh rakyat.
Pelantikan Gubernur diresmikan dengan Adat Peusijuk
Pelantikan Muzakir Manaf dan Fadhlullah dilakukan berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 13/P Tahun 2025 dan dipimpin langsung oleh Menteri Dalam Negeri. Setelah prosesi pengambilan sumpah jabatan dan penandatanganan berita acara, tanda pangkat dan jabatan secara resmi disematkan. Setelah itu, acara dilanjutkan dengan prosesi Peusijuek, yang dipimpin oleh Paduka Yang Mulia Wali Nanggroe Aceh sebagai simbol doa dan restu bagi pemimpin baru.
Tokoh Perdamaian Aceh Berkumpul
Pelantikan ini semakin berkesan dengan kehadiran tiga tokoh perdamaian Aceh: Jusuf Kalla, Hamid Awaluddin, dan Juha Christensen. Ketiga tokoh ini memiliki peran penting dalam proses perdamaian yang mengakhiri konflik berkepanjangan antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Pemerintah Indonesia, yang mencapai kesepakatan damai di Helsinki, Finlandia, pada 2005.

Jusuf Kalla, Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12, merupakan mediator utama dalam perundingan damai. Hamid Awaluddin, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Hukum dan HAM, bertindak sebagai ketua tim juru runding Pemerintah Indonesia. Sementara itu, Juha Christensen, seorang pengusaha dan aktivis perdamaian asal Finlandia, berperan sebagai fasilitator yang membantu proses negosiasi hingga kesepakatan perdamaian tercapai.
Dalam sambutannya, Gubernur Aceh yang baru dilantik, Mualem, mengungkapkan rasa hormat dan terima kasihnya kepada Jusuf Kalla serta berharap bimbingannya selama masa kepemimpinan lima tahun ke depan.
“Yang kita hormati Bapak Jusuf Kalla, Wakil Presiden ke-10 dan ke-12, semoga selalu sehat walafiat untuk membina kita semua. Mohon bimbingannya,” ujar Gubernur baru Aceh itu.
Tak hanya tokoh perdamaian, pelantikan ini juga dihadiri sejumlah pejabat tinggi nasional, di antaranya Menteri Ekonomi Kreatif Teuku Riefky Harsya, Kepala BIN Letjen (Purn) M. Herindra, serta mantan Ketua DPD RI Oesman Sapta Odang. Dari kalangan internasional, turut hadir Duta Besar Finlandia untuk Indonesia, Pekka Kaihilahti, serta para pengusaha nasional, termasuk Indra Bakrie dari Bakrie Group.
Kebijakan Baru: Penghapusan QR Code di SPBU
Dalam pidatonya, Gubernur Aceh, Mualem, mengejutkan hadirin dengan pengumuman kebijakan pertama di bawah kepemimpinannya. Ia secara tegas menyatakan bahwa sistem QR Code dalam pembelian BBM di SPBU seluruh Aceh akan dihapuskan.
“Kami ingin mensejahterakan rakyat, bukan menyusahkan rakyat. Mulai hari ini, tidak ada lagi barcode di SPBU!” tegasnya, yang disambut sorakan masyarakat.
Mualem menegaskan bahwa kebijakan ini diambil setelah mendengar keluhan masyarakat yang mengalami kesulitan akibat aturan QR Code untuk mendapatkan BBM subsidi.
Dalam akhir sambutannya, Mualem menegaskan komitmennya untuk menjaga hubungan harmonis antara eksekutif dan legislatif guna memastikan pembangunan Aceh berjalan lancar. “Kami akan terus berkomunikasi dengan pemerintah pusat untuk menjaga kestabilan dan kemajuan Aceh.”
Pelantikan ini tidak hanya menjadi momen seremonial, tetapi juga simbol harapan bagi masyarakat Aceh terhadap arah kepemimpinan baru selama lima tahun ke depan.[mia]