Banda Aceh | BidikIndonesia – Badan Pertanahan Nasional (BPN) Aceh memastikan sertifikat tanah lama tetap berlaku meskipun pemerintah mendorong peralihan ke sertifikat elektronik. Hal ini disampaikan oleh Daniel Tri Ramadhani, S.E., Analis Hukum Pertanahan BPN Aceh, yang menjelaskan bahwa digitalisasi sistem pertanahan bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, transparansi, dan keamanan data, bukan menggantikan sertifikat fisik secara paksa.
BPN Aceh Menjamin Sertifikat Fisik Tetap Sah
Menurut Daniel, pemilik tanah yang masih memegang sertifikat konvensional atau analog tidak perlu khawatir. Proses konversi ke sertifikat elektronik hanya akan dilakukan bertahap, terutama saat ada peralihan hak atau pemeliharaan data.
“Sertifikat lama tetap sah dan diakui. Program digitalisasi ini untuk memastikan sistem pertanahan lebih terintegrasi, mengurangi potensi mafia tanah, dan memberikan kemudahan akses data,” ujarnya.
Ia juga menambahkan pendaftaran tanah akan lebih efisien dan transparan, serta mempermudah pengelolaan arsip dan warkah pertanahan. Selain itu, proses pengelolaan data pertanahan akan lebih terjamin, terutama dalam menghadapi potensi bencana alam seperti banjir, longsor, dan gempa bumi. Digitalisasi ini juga membantu mengurangi kewajiban masyarakat untuk datang ke kantor pertanahan hingga 80%, menjadikan sistem pertanahan lebih mudah diakses.
BPN Aceh juga terus mendorong masyarakat untuk memanfaatkan Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dan lainnya agar tanah mereka mendapatkan sertifikat yang sah. “Dengan sertifikat yang sah, tanah bisa digunakan untuk berbagai keperluan, termasuk akses permodalan dan menghindari sengketa di masa depan,” tambahnya.
Lebih dari 54% Tanah di Aceh Sudah Bersertifikat
Hingga saat ini, lebih dari 54% tanah di Aceh sudah bersertifikat melalui program PTSL, Redistribusi Tanah, dan Pendaftaran Tanah Lintas Sektor (Lintor). Program-program ini bertujuan memberikan kepastian hukum atas kepemilikan tanah dan mengoptimalkan pemanfaatan lahan bagi masyarakat. Namun, masih ada tantangan besar dalam menyertifikasi tanah yang belum terdaftar, terutama di daerah-daerah terpencil di Aceh.
Daniel juga mengingatkan bahwa sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021, dokumen seperti Letter C, Petuk D, dan Girik tidak akan berlaku lagi sebagai alat bukti kepemilikan tanah setelah tahun 2026. Oleh karena itu, masyarakat yang masih memegang dokumen tersebut harus segera mendaftarkan tanahnya agar tetap memiliki legalitas yang sah.
BPN Aceh telah menerbitkan lebih dari 68.000 sertifikat elektronik melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dan Redistribusi Tanah. Saat ini, lebih dari 54% tanah di Aceh sudah bersertifikat resmi, sementara sisanya masih dalam proses pengukuran dan legalisasi.
BPN Aceh Dorong Sertifikasi Tanah
Meski pencapaian ini sudah cukup signifikan, masih ada tantangan besar dalam menyertifikasi tanah yang belum terdaftar. Salah satu kendala utama yang dihadapi adalah rendahnya pemahaman masyarakat terkait pentingnya sertifikat tanah, terutama di daerah-daerah terpencil di Aceh.
Dalam rangka meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat mengenai pentingnya sertifikat tanah, BPN Aceh terus mendorong partisipasi aktif dalam PTSL. Program ini bertujuan untuk memastikan bahwa setiap bidang tanah memiliki sertifikat yang sah dan dapat dimanfaatkan secara optimal.
“Kami terus mendorong masyarakat untuk segera memanfaatkan program PTSL dan lainnya agar tanah mereka mendapatkan sertifikat yang sah dan bisa dimanfaatkan secara maksimal,” ungkap Daniel Tri Ramadhani, Analis Hukum Pertanahan dari BPN Aceh.
“Dengan sertifikat yang sah, tanah bisa digunakan untuk berbagai keperluan, termasuk akses permodalan dan menghindari sengketa di masa depan,” tambahnya.
BPN dan pemerintah daerah terus berkomitmen untuk menyelesaikan sertifikasi tanah guna memberikan kepastian hukum yang jelas bagi masyarakat. Selain itu, sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat terus dilakukan untuk memastikan transisi ke sistem digital berjalan lancar.[mia]