BAST Gratiskan Restorasi Arsip Keluarga dan Akses Sejarah Tsunami

BAST Gratiskan Restorasi Arsip Keluarga dan Akses Sejarah Tsunami

Banda Aceh | Bidik IndonesiaBalai Arsip Statis dan Tsunami (BAST) terus berperan dalam menjaga serta mengelola arsip sejarah di Aceh, khususnya yang berkaitan dengan peristiwa tsunami 2004. Selain berfungsi sebagai pusat penyimpanan arsip, BAST juga menyediakan layanan gratis bagi masyarakat, termasuk restorasi arsip keluarga dan akses arsip statis serta kebencanaan.

Ketua Tim Unit Pelayanan dan Pemanfaatan Arsip BAST, Farhan Muhammad Kuzair, menjelaskan bahwa lembaga ini terbentuk pasca-tsunami 2004 dan gempa Nias 2005 melalui Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh-Nias. Setelah masa tugas BRR berakhir, arsip-arsipnya dikelola oleh BAST untuk memastikan pemanfaatannya bagi edukasi dan penelitian.

“Pada 2009, Balai Arsip Tsunami Aceh (BATA) didirikan untuk menyimpan arsip BRR. Gedung pertama berada di Lampineung, di belakang Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Aceh,” ujar Farhan.

Seiring waktu, fungsi BAST diperluas untuk mencakup arsip statis dari berbagai instansi di Aceh. Pada 2019, pemerintah membangun gedung baru yang mulai digunakan pada 2020, sementara gedung lama tetap difungsikan sebagai depot arsip. Pada 2021, BAST ditetapkan sebagai Pusat Studi Arsip Kebencanaan oleh Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI).

Beragam Layanan BAST

Sebagai pusat arsip, BAST memiliki beberapa layanan utama, seperti akuisisi arsip dari instansi vertikal, pengolahan arsip, preservasi, serta layanan publik. Dalam aspek preservasi, lembaga ini menyediakan tiga layanan utama: penyimpanan arsip, digitalisasi arsip dari format konvensional ke digital, serta restorasi arsip yang mengalami kerusakan.

Bacaan Lainnya

Selain itu, BAST juga membuka akses arsip statis dan kebencanaan bagi masyarakat untuk kepentingan penelitian, edukasi, dan mitigasi bencana. Layanan publik lainnya mencakup pameran sejarah, konsultasi pengelolaan arsip dinamis, serta layanan penataan arsip bagi instansi. Salah satu layanan unggulan adalah Restorasi Arsip Keluarga (Laraska) yang diberikan secara gratis.

“Untuk masyarakat yang ingin memperbaiki arsip rusak atau menyimpannya dalam kapsul agar lebih tahan lama, layanan restorasi ini tersedia tanpa biaya,” ungkap Farhan.

Digitalisasi dan Tantangan Pengelolaan Arsip

Sebagai upaya perlindungan dan kemudahan akses, BAST terus melakukan digitalisasi arsip, termasuk dokumen kertas, foto, kartografi, hingga rekaman video. Namun, beberapa arsip dalam format lama, seperti disket, menghadapi kendala akses karena keterbatasan perangkat pembaca.

“Kami masih berusaha mencari alat agar bisa membaca isi disket tersebut,” jelas Farhan.

Meskipun digitalisasi berjalan, tidak semua arsip dapat dipublikasikan secara bebas. Prosedur ketat diterapkan untuk menjaga keaslian dokumen.

“Semua arsip tidak boleh difoto sembarangan. Jika perlu penggandaan, harus melalui prosedur resmi agar terjamin autentikasinya,” tegasnya.

Saat ini, BAST telah menyediakan daftar arsip secara daring yang dapat diakses melalui situs web resmi mereka. Meski demikian, dokumen asli masih harus dibaca langsung di ruang baca. Jika masyarakat ingin menggandakan dokumen, terdapat biaya penggandaan sesuai aturan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Selain itu, proses identifikasi arsip terus dilakukan untuk memastikan seluruh arsip yang diserahkan telah tercatat dalam daftar arsip statis. Salah satu koleksi yang banyak dicari adalah arsip terkait tsunami Aceh, yang telah melalui proses pengolahan dan dapat diakses oleh masyarakat untuk penelitian maupun kepentingan informasi sejarah.

Efisiensi Anggaran

Dalam pengelolaan arsip dan edukasi kebencanaan, efisiensi anggaran menjadi tantangan utama. Pengelola BAST menyesuaikan berbagai kegiatan berdasarkan anggaran yang tersedia.

“Setiap tahun ada pengajuan, tetapi jumlah yang disetujui bisa di bawah yang diajukan, sehingga kita perlu menyesuaikan,” ujar Farhan.

Sebagai bentuk efisiensi, pemadaman listrik diterapkan saat tidak ada pengunjung. Selain itu, pameran tsunami dalam skala besar disesuaikan dengan dana yang tersedia atau dilakukan dalam skala lebih kecil melalui kerja sama dengan universitas.

Dengan berbagai upaya yang dilakukan, Farhan berharap arsip BAST tidak hanya menjadi catatan sejarah yang tersimpan, tetapi juga menjadi sumber informasi berharga bagi masyarakat dalam memahami dan belajar dari peristiwa masa lalu.[mia]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *