Bank Aceh Tegaskan Komitmen Bangun Ekonomi Aceh

Bank Aceh Tegaskan Komitmen Bangun Ekonomi Aceh

Banda Aceh|BidikIndonesia.com – Bank Aceh menegaskan seluruh kebijakan penempatan dana dilakukan sesuai prinsip syariah dan regulasi perbankan nasional. Penempatan dana tersebut merupakan strategi pengelolaan likuiditas, investasi jangka pendek, dan optimalisasi pendapatan, tanpa mengurangi fokus utama bank pada pembiayaan sektor produktif.

Sekretaris Perusahaan Bank Aceh, Abdul Rafur, menjelaskan bahwa penempatan dana pada instrumen keuangan adalah praktik lazim dalam menjaga stabilitas keuangan bank.

“Namun, penyaluran pembiayaan tetap menjadi prioritas kami untuk membangun struktur ekonomi Aceh yang kuat sekaligus menjalankan fungsi intermediasi,” kata Abdul Rafur.

Dalam laporan tahunan, Bank Aceh merinci beberapa bentuk penempatan dana, antara lain Bank Indonesia: Rp 2,65 triliun dalam bentuk pemenuhan Giro Wajib Minimum (GWM), Fasilitas Simpanan Bank Indonesia Syariah (Fasbis) dengan tenor 1 hari, serta Sukuk Bank Indonesia tenor 7 hari–1 tahun. Penempatan ini digunakan untuk kebutuhan operasional harian rupiah.

Kemudian Kementerian Keuangan: Rp 2,91 triliun dalam bentuk Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), termasuk pemenuhan kewajiban Giro Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 3,5 persen dari rata-rata Dana Pihak Ketiga (DPK).

Bacaan Lainnya

BPD Syariah: Rp 1,1 triliun dalam bentuk Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank (SIMA) dengan tenor 1–14 hari, untuk menjaga likuiditas jangka pendek.

Dan Instrumen Lain: Rp 290 miliar dalam bentuk Sukuk Korporasi dan Rp 100 miliar pada reksadana, sebagai diversifikasi investasi sekaligus pemenuhan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM).

“Seluruh penempatan ini tidak hanya memenuhi regulasi Bank Indonesia, tetapi juga prinsip syariah,” tegas Abdul Rafur.

Meski aktif menempatkan dana pada berbagai instrumen, Bank Aceh memastikan fokus tetap pada pembiayaan masyarakat. Pada triwulan IV 2024, penyaluran pembiayaan tercatat Rp 20,4 triliun, tumbuh 9,19 persen dari Rp 18,7 triliun tahun sebelumnya. Rasio pembiayaan terhadap total aset sebesar 63,88 persen dari total aset Bank Aceh yang mencapai Rp 31,9 triliun.

Untuk memperluas jangkauan pembiayaan, Bank Aceh menjalankan sejumlah program, antara lain: pelatihan dan pembinaan UMKM melalui workshop bersama pemangku kepentingan, kemudian optimalisasi penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) serta kolaborasi dengan koperasi, BPRS, dan lembaga keuangan syariah lain dalam pembiayaan ultra mikro dan mikro.

“Ini wujud nyata komitmen kami untuk menggerakkan roda perekonomian Aceh melalui pembiayaan produktif,” kata Abdul Rafur.

Bank Aceh menegaskan pengelolaan likuiditas dijalankan berdasarkan instrumen regulasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maupun Bank Indonesia. Di antaranya Peraturan OJK Nomor 19 Tahun 2024 tentang perubahan atas POJK 42/2015 mengenai Rasio Kecukupan Likuiditas (Liquidity Coverage Ratio), serta ketentuan operasi moneter Bank Indonesia.

“Dengan pengelolaan dana yang prudent, Bank Aceh tidak hanya menjaga likuiditas, tapi juga tetap menyalurkan pembiayaan yang bermanfaat bagi masyarakat dan pembangunan ekonomi Aceh,” kata Abdul Rafur.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *