[Banda Aceh] Bidikindonesia.com. Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Aceh yang mendapat undangan dari APTISI Pusat, diinformasikan akan bersama-sama berpartisipasi menyampaikan aspirasi kepada pemerintah.
Ketua APTISI Aceh, Prof. Dr. Bansu Irianto, M.Pd, menyampaikan bahwa keikutsertaan APTISI Aceh dalam penyampaian aspirasi kepada pemerintah merupakan tanggung jawab moral untuk kesinambungan pendidikan bagi seluruh anak negeri di Indonesia, termasuk Aceh.
Polemeik RUU Sisdiknas
Sebagai dasar pijakan pendidikan Indonesia bertumpu pada Undang Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 31 ayat 1 dan 2 menyebutkan bahwa (1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
Selanjutnya, Pasal 31 (4) menyebutkan bahwa Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenihi kebutuhan penyelengaraan pendidikan nasional.
In berarti bahwa pendidikan itu adalah hak warganegara sekaligus kewajiban pendidikan dasar serta prioritas anggaran sehingga kegiatan pendidikan tidak terkendala dalam mencapai cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia.
Pelaksanaan pendidikan di Indonesiapun sudah diatur secara baik dalam UU Sistem Pendidikan Nasional (sisdiknas) sebelumnya. UU tersebut juga sudah mengakomodir seluruh aspek, termasuk penghargaan untuk pelaksananya baik guru maupun dosen, mulai pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi.
Nah, munculnya polemik beberapa waktu lalu disebabkan oleh pengajuan Rancangan Undang Undang (RUU) Sisdiknas yang baru.
RUU tersebut diajukan oleh pemerintah telah menuai berbagai protes, khususnya dari kalangan akademisi, praktisi dan pelaku pendidikan itu sendiri karena suara mereka tidak didengar apalagi ada hak mereka yang tidak ada lagi dalam RUU yang diusulkan tersebut.
Prof Cecep Darmawan, pakar pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) kepada media nasional terkemuka mengatakan bahwa publik dinilai memiliki hak konstitusi untuk mengetahui termasuk untuk dilibatkan dalam proses pembahasan RUU tersebut.
Sementara itu, pemerhati pendidikan dari Vox Populi Institute Indonesia, Indra Charismiadji, mengatakan bahwa dalam proses pembahasan RUU Sisdiknas yang saat ini dibahas, memang belum melibatkan publik.
Sebagaimana dikutip dari “RUU Sisdiknas Tuai Kontroversi, PGRI Minta Kembalikan Pasal tentang Tunjangan Guru” (detik.com) di mana dalam RUU Sisdiknas ini substansi penting mengenai penghargaan atas profesi guru dan dosen sebagaimana tertuang dalam UU Guru dan Dosen, justru menghilang.
Karena itu, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) mengatakan jika benar pasal ini dihilangkan maka pemerintah dalam hal ini Kemendibudristek telah melakukan pengingkaran terhadap profesi guru dan dosen.
Himbauan Telaah Kembali RUU Sisdiknas
Oleh karena itu, Prof Bansu berharap Pemerintah menelaah kembali RUU tersebut. Kalau memang tidak lebih baik, mengapa harus dipaksakan di satu sisi. Kalau memang butuh informasi tambahan, dengarkan suara-suara kami juga karena kami pelaksana di lapangan.
Di sisi lain, RUU tersebut diprediksi berdampak tidak baik bagi para guru dan dosen serta juga keluarganya karena selama ini terdapat guru dan dosen apalagi di daerah, dan apalagi di lembaga pendidikan swasta yang sangat tergantung dari tunjangan sertifikasi yang hilang dalam RUU tersebut.
Sebaliknya, kalau dianggap RUU ini lebih baik, maka komunikasikanlah dengan baik sehingga tidak mendapat penentangan berbagai pihak sebagaimana yang terjadi. Ini semua menguras energi kita yang seharusnya bisa kita lakukan hal-hal lain yang lebih produktif untuk kemajuan bangsa Indonesia , pangkas Prof Bansu mengakhiri pembicaraannya. #v#