Uang Barang Bukti Politik Uang Rp 18 Juta di Pilkada Banda Aceh Hilang

Uang Barang Bukti Politik Uang Rp 18 Juta di Pilkada Banda Aceh Hilang

Banda Aceh|BidikIndonesia.com – Uang tunai sebesar Rp 18 juta yang menjadi barang bukti dalam kasus dugaan politik uang (money politic) Pilkada Banda Aceh 2024 dinyatakan hilang.

Hal ini terungkap dalam sidang dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) yang digelar Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di Kantor KIP Aceh.

Uang tersebut sebelumnya disita dari tim kampanye pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Banda Aceh Nomor Urut 1, Illiza Sa’aduddin Djamal – Afdhal Khalilullah, pada 26 November 2024. Namun dalam persidangan, Ketua Panwaslih Pilkada Banda Aceh, Indra Milwady, yang menjadi Teradu I, mengakui bahwa uang senilai Rp 17 juta telah hilang.

“Berdasarkan laporan staf, uang Rp 17 juta itu hilang, Yang Mulia,” ujar Indra di hadapan majelis DKPP dalam perkara nomor 50-PKE-DKPP/I/2025.

Sidang tersebut dipimpin Ketua Majelis Muhammad Tio Aliansyah, bersama anggota majelis Vendio Elaffdi, Iskandar Agani, dan Yusriadi. Kelima komisioner Panwaslih Banda Aceh turut menjadi pihak teradu, yakni Indra Milwady (Ketua), Efendi, Hidayat, Idayani, dan Ummar. Pengadu dalam perkara ini adalah Yulindawati.

Bacaan Lainnya

Dalam pemeriksaan, para komisioner memberikan keterangan yang saling bertentangan terkait keberadaan uang tersebut. Teradu IV, Idayani, menyebut uang itu pernah disimpan di laci meja milik Teradu II, Efendi, oleh seorang staf bernama Wahyu Nurjana. Namun Efendi membantah, mengaku tidak pernah melihat uang itu, dan menyatakan tidak memiliki kunci lacinya.

Sementara Teradu III, Hidayat, menyatakan bahwa uang sempat dititipkan kepada Kepala Sekretariat (Kasek) Panwaslih Banda Aceh, Alfian. Namun saat Alfian akhirnya dihadirkan dalam sidang, ia secara tegas membantah pernah menerima atau menyimpan uang tersebut.

Ketua Majelis DKPP kemudian menyoroti tidak sinkronnya keterangan para teradu, serta mempertanyakan integritas mereka sebagai penyelenggara pemilu.

“Semua tadi kompak bilang uang dipegang kasek. Setelah kasek hadir, baru terungkap semua tahu uang itu hilang. Bagaimana publik bisa percaya pada penyelenggara seperti ini?” tegas Muhammad Tio Aliansyah.

Dugaan pelanggaran etik ini mencuat karena para komisioner dinilai tidak profesional, tidak transparan, dan tidak serius dalam menangani laporan masyarakat terkait dugaan politik uang. Selain itu, proses penyimpanan barang bukti yang tidak jelas juga memperburuk citra lembaga pengawas pemilu tersebut.

Hingga kini, uang Rp 18 juta yang terdiri dari dua amplop—masing-masing sekitar Rp 17 juta dan Rp 1 juta—belum ditemukan. Tidak ada kejelasan pula mengenai langkah hukum atau administratif untuk menelusuri kehilangan tersebut.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *