Terkendala Anggaran, Ruang Terbuka Hijau Publik Banda Aceh Masih 14,33 Persen

Terkendala Anggaran, Ruang Terbuka Hijau Publik Banda Aceh Masih 14,33 Persen
Ilustrasi Ruang Terbuka Hijau (Gambar: Ist/rri.co.id)

Banda Aceh | Bidik IndonesiaRuang terbuka hijau (RTH) publik di Kota Banda Aceh masih jauh dari target yang ditetapkan. Saat ini, luas RTH publik baru mencapai 14,33 persen dari total wilayah, masih di bawah standar minimal 20 persen yang diamanatkan dalam peraturan tentang ruang terbuka hijau kota.

Menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, setiap kota wajib menyediakan minimal 30 persen ruang terbuka hijau, dengan porsi 20 persen untuk RTH publik dan 10 persen untuk RTH privat. Selain itu, berdasarkan ketentuan Sustainable Development Goals (SDGs) dan kebijakan nasional, keberadaan RTH merupakan bagian dari komitmen Indonesia sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), G20, dan ASEAN untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Kendala Lahan dan Anggaran

Plt. Kepala Bidang Pengendalian dan Pengelolaan Lingkungan DLH3K Banda Aceh, Neldi Jaya Putra, ST., mengungkapkan bahwa hingga saat ini, kota masih menghadapi berbagai kendala dalam memenuhi standar RTH publik. Salah satu tantangan utama adalah keterbatasan lahan dan anggaran.

“Pembebasan lahan menjadi kendala utama karena harga tanah yang semakin tinggi. Banyak masyarakat tidak bersedia menjual lahannya atau meminta harga jauh di atas standar pemerintah, sehingga proses akuisisi lahan untuk RTH menjadi sulit,” ujarnya.

Selain itu, alokasi anggaran untuk penambahan ruang terbuka hijau juga terbatas, terutama sejak pandemi COVID-19 yang menyebabkan defisit anggaran di Pemerintah Kota Banda Aceh. Beberapa program yang dirancang untuk menambah luas RTH publik terhambat akibat keterbatasan dana.

Bacaan Lainnya
Komitmen Pemerintah

Neldi menjelaskan, meskipun menghadapi kendala, upaya perawatan RTH publik terus dilakukan. Salah satunya adalah dengan meningkatkan fasilitas di ruang terbuka yang sudah ada agar lebih optimal sebagai area hijau. Program ini diharapkan dapat berjalan secara bertahap sesuai dengan anggaran yang tersedia.

Sementara itu dalam hal kerja sama, beberapa taman kota sebelumnya dikelola dengan dukungan pihak swasta, seperti kerja sama dengan BNI dalam pengelolaan Hutan Kota Tibang. Namun, dukungan tersebut terhenti setelah adanya restrukturisasi perbankan yang mengalihkan aset ke BSI. Ke depan, DLH3K Banda Aceh membuka peluang kerja sama baru dengan perbankan maupun sektor swasta lainnya guna mendukung pengembangan dan pemeliharaan ruang terbuka hijau.

“Kami berharap ada sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan pihak swasta dalam menjaga serta meningkatkan kuantitas dan kualitas RTH di Banda Aceh,” tambahnya.

RTH memiliki peran penting dalam pembangunan berkelanjutan sesuai dengan SDGs, terutama pada poin 11 yang menargetkan pembangunan kota yang inklusif, aman, tangguh, dan berkelanjutan. Keberadaan RTH berkontribusi terhadap kualitas udara yang lebih baik, mitigasi perubahan iklim, hingga peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan menyediakan ruang rekreasi dan interaksi sosial.

Dengan keterbatasan yang ada, DLH3K Kota Banda Aceh berkomitmen untuk memaksimalkan pengelolaan RTH yang sudah tersedia serta mencari solusi inovatif guna menambah ruang terbuka publik agar dapat memenuhi standar yang ditetapkan. [mia]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *