Banda Aceh| BidikIndonesia – Komite III DPD RI menyoroti banyaknya masalah dalam pelaksanaan event Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI yang diselenggarakan di Aceh dan Sumatra Utara.
Berbagai masalah yang terjadi pada PON XXI Aceh-Sumut itu dibahas dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) Gunawan Suswantoro pada Selasa 15 Oktober 2024.
Ketua Komite III DPD RI, Filep Wamafma, yang memimpin RDP itu mengungkapkan keprihatinannya terkait berbagai permasalahan yang teridentifikasi selama PON XXI yang berlangsung pada 9-20 September 2024 lalu.
Filep menegaskan bahwa penyelenggaraan PON XXI harusnya bisa meniru kesuksesan PON XX yang diselenggarakan di Provinsi Papua, yang dianggap sebagai PON yang meriah dan berkesan.
“PON Papua itu sangat meriah dan seharusnya PON Aceh-Sumut bisa mengalami hal yang sama. Namun, kondisi saat ini tidak mencerminkan hal tersebut,” ungkapnya.
Hasil pengawasan oleh Komite III DPD RI menunjukkan beberapa masalah serius dalam persiapan PON XXI Aceh-Sumut. Pertama, terkait keterbatasan infrastruktur, di mana banyak venue masih dalam tahap pembangunan dan renovasi pada saat acara dimulai.
Kedua, terdapat pemotongan anggaran dari pemerintah pusat yang berdampak pada kesiapan penyelenggaraan, dengan alokasi anggaran awal sebesar Rp7 triliun menyusut menjadi hanya Rp400 miliar.
Ketiga, keluhan dari atlet mengenai akomodasi yang dianggap tidak layak juga mengemuka. “Banyak atlet yang mengeluh tentang fasilitas akomodasi yang tidak memadai, yang seharusnya menjadi perhatian serius,” ujar Filep.
Keempat, Komite III DPD RI juga menyoroti kurangnya koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah juga menjadi sorotan, sehingga mengganggu kelancaran acara pekan olahraga empat tahunan tersebut.
Terakhir, persiapan atlet dan kontingen yang kurang didukung oleh sarana dan prasarana latihan yang memadai menjadi isu lain yang dinilai juga mempengaruhi para atlet dalam meraih prestasi pada PON XXI Aceh-Sumut.
Sekretaris Kemenpora, Gunawan Suswantoro, tidak membantah adanya permasalahan dalam penyelenggaraan PON XXI. Namun, ia mengklaim bahwa secara keseluruhan, event ini dinyatakan sukses dan menjadi yang terbesar dalam sejarah PON di Indonesia.
“PON XXI telah berhasil meningkatkan prestasi atlet dan memberdayakan ekonomi daerah, terlihat dari kenaikan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) di Aceh dan Sumut sebesar 2,1%,” kata Gunawan.
Meskipun Kemenpora mengklaim adanya keberhasilan, anggota DPD RI dari Sumatera Utara, Dedi Iskandar Batubara, justru menyampaikan kekecewaan yang sangat mendalam.
Dedi menilai penyelenggaraan PON XXI Aceh-Sumut belum optimal, terutama dari segi fasilitas dan dukungan pendanaan. Ia menekankan bahwa pemerintah pusat harusnya bertanggung jawab penuh terhadap anggaran dan tidak memotongnya secara drastis.
“Kekecewaan masyarakat Sumut harus saya sampaikan. Anggaran yang harusnya disiapkan secara utuh oleh pemerintah tidak terealisasi. Dari usulan awal Rp7 triliun, menjadi Rp1,1 triliun, dan akhirnya hanya mendapatkan Rp400 miliar. Ini sangat tidak fair,” kata Dedi.
Hal ini merupakan perhatian serius bagi para senator yang menjadi perwakilan daerah. Mereka merasa tertekan dengan citra daerah mereka yang disorot akibat berbagai persoalan dalam pelaksanaan PON XXI.
Ahmad Bastian SY, anggota DPD dari Lampung, juga menyuarakan keprihatinan serupa. Ia menekankan bahwa kurangnya perhatian dari pemerintah pusat, terutama dalam hal anggaran, berkontribusi pada berbagai permasalahan yang muncul selama persiapan PON XXI.
“Kami sebagai perwakilan daerah merasa terpukul dengan situasi ini. Saat PON menjadi sorotan, kami juga merasakan beban dari masalah yang ada,” ujarnya.
Wakil Ketua Komite III DPD RI, Erni Daryanti, dari Kalimantan Tengah juga menegaskan, pemerintah pusat memiliki tanggung jawab penuh dalam menyukseskan penyelenggaraan PON.
“PON adalah tanggung jawab pemerintah pusat, bukan sekadar bantuan. Anggaran untuk PON harus dipastikan adil dan seimbang, baik untuk PON di Papua, Aceh-Sumut, maupun PON XXII mendatang di NTB dan NTT,” jelasnya.
Erni mengatakan kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah sangat penting agar penyelenggaraan PON ke depan dapat berjalan lebih baik dan tidak mengalami masalah serupa seperti di Aceh dan Sumatera Utara. “Keterlibatan pemerintah pusat harus bersifat wajib, dan tidak membebani provinsi tuan rumah secara berlebihan,” tutupnya.[ADV]