Kegiatan tersebut mengusung tema “Ekspose: Skema dan Model Penanganan Sampah secara Komprehensif di Kota Lhokseumawe”, dan dilaksanakan di Aula Lantai 4 Hotel Rajawali, Kota Lhokseumawe, pada 16 hingga 19 April 2025. Foto: istimewa dok bidik indonesia
LHOKSEUMAWE | bidikindonesia.com, Pemerintah Kota Lhokseumawe menggelar kegiatan kajian publik dan paparan hasil lanjutan survei revaluasi komposisi sampah dalam rangkaian program prioritas kota bertajuk “Broh Jeut Keu Peng” (Circular Economy – Dekarbonisasi Sampah). Kegiatan tersebut mengusung tema “Ekspose: Skema dan Model Penanganan Sampah secara Komprehensif di Kota Lhokseumawe”, dan dilaksanakan di Aula Lantai 4 Hotel Rajawali, Kota Lhokseumawe, pada 16 hingga 19 April 2025.
Kegiatan ini menghadirkan enam tim tenaga ahli dari berbagai institusi ternama, masing-masing memaparkan hasil kajian teknis berdasarkan bidang kepakarannya. Adapun tim ahli yang hadir antara lain:
1. Prof. Dr. Ir. Indra Mawardi, ST, MT – Politeknik Negeri Lhokseumawe (pakar bidang material struktur dan produksi).
2. Ir. Vitex Grandis – Ikatan Alumni ITB Bandung (pakar desain dan pengembangan teknologi industri).
3. Dr. Ir. Yusra, MP – Universitas Malikussaleh (pakar ilmu tanah dan teknologi pupuk).
4. Titik Nuraini – Sekolah Sampah Nusantara (pakar lingkungan hidup dan pengelolaan sampah).
5. Dr. Indra Wijaya, SE, M.Si – Politeknik Negeri Lhokseumawe (pakar supply chain dan keuangan publik).
6. Dr. (Hc) Budi Rahayu, SE, MM – Bima Sahabat Bumi, Jawa Barat (pakar engineering dan konstruksi permesinan).
Dalam konferensi pers yang digelar, Wali Kota Lhokseumawe, Dr. Sayuti Abubakar, SH, MH, menegaskan komitmennya terhadap program pengolahan sampah sebagai prioritas utama pembangunan kota.
> “Program ‘Broh Jeut Keu Peng’ adalah langkah strategis dan unggulan dalam menangani permasalahan sampah di Kota Lhokseumawe. Setelah kajian ini, kita akan evaluasi menyeluruh, mulai dari anggaran hingga spesifikasi mesin pengolahan yang tepat. Semua keputusan akan berbasis data dan analisis para ahli. Tahun 2025 program ini harus mulai terealisasi. Jangan sampai ada anggaran yang mengendap (silva). Ini kerja bersama, bukan sekadar wacana,” tegas Sayuti.
Sayuti juga menambahkan bahwa kebutuhan anggaran untuk program ini akan difokuskan secara khusus, mengingat ini adalah arahan langsung dari Presiden Prabowo Subianto.
> “Masalah biaya, tentu kita akan konsultasikan kembali dengan para ahli. Tidak bisa asal tebak. Yang penting, program ini harus jalan. Kita ingin Lhokseumawe bersih dan tertata. Kerja sama dari media juga sangat penting, berikan informasi yang benar dan edukatif untuk masyarakat. Jangan hanya sebarkan isu, tapi bantu bangun kota,” ungkapnya.
Sementara itu, mewakili tim ahli, Ir. Vitex Grandis menyampaikan apresiasinya atas komitmen Kota Lhokseumawe.
> “Lhokseumawe menjadi kota pertama yang menjadikan pengolahan sampah sebagai program prioritas. Ini sangat patut diapresiasi. Lokasi TPA juga masih tersedia luas dan memungkinkan untuk dikembangkan. Kami siap mendukung teknis dan perencanaan pelaksanaan ke depan,” ujarnya.
Dari hasil survei di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Alue Lim, yang memiliki luas sekitar 9,4 hektare, ditemukan fakta bahwa produksi sampah harian mencapai ±110 ton. Sistem open dumping yang masih diterapkan berpotensi dihentikan. Sampah yang masuk cenderung bercampur dan berisiko terhadap kawasan RTH. Biaya pengolahan diperkirakan berkisar antara Rp325.000 hingga Rp550.000 per ton, dengan estimasi total deposit sampah mencapai ±53.760 ton, yang terdiri dari 70% sampah organik dan 30% anorganik.
Selain itu, hasil survei mengidentifikasi empat titik penghasil sampah terbesar di Kota Lhokseumawe, yaitu:
1. Pemukiman Pusong (±4 ton/hari)
2. Pasar Buah
3. Jalan Perdagangan, Sukaramai
4. Kawasan Reservoir Waduk
Tim ahli menyampaikan, tujuan utama kajian ini adalah:
1. Memperoleh data akurat terkait komposisi dan sumber jenis sampah di Kota Lhokseumawe.
2. Merumuskan sistem pengolahan sampah dari hulu ke hilir.
3. Mengidentifikasi teknologi yang tepat dalam pengolahan sampah untuk menciptakan nilai ekonomi berkelanjutan, dengan mempertimbangkan keberadaan off taker.
Sebagai rekomendasi awal, tim ahli menyarankan agar Pemko segera menetapkan regulasi lokal hingga menciptakan qanun terkait pengelolaan sampah untuk mengepress realisasi program dan kesadaran publik., menyusun SOP, serta mengaktifkan BSU dan BSI (Badan Sosialisasi dan Edukasi serta Badan Pengelola Sampah), dan membangun jaringan pelatihan dan pendampingan komunitas berbasis SEL (Sirkular Ekonomi Lokal).