Pemkab Aceh Tengah Tegaskan Tak Ada Ganti Rugi Pembongkaran Cangkul Padang di Lut Tawar

Pemkab Aceh Tengah Tegaskan Tak Ada Ganti Rugi Pembongkaran Cangkul Padang di Lut Tawar

Aceh Tengah|BidikIndonesia.com – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Tengah menegaskan tidak memberikan ganti rugi kepada pemilik alat tangkap ikan jenis Cangkul Padang dan Cangkul Dedem yang dibongkar di kawasan Danau Lut Tawar.

Penertiban ini merupakan bagian dari langkah tegas pemerintah untuk menjaga kelestarian dan keberlanjutan ekosistem danau. Klarifikasi ini disampaikan menyusul beredarnya informasi bahwa pemilik alat tangkap ilegal tersebut disebut-sebut menerima ganti rugi atau kompensasi. “Perlu kami luruskan.

Tidak ada ganti rugi. Yang ada adalah program pemberdayaan ekonomi bagi nelayan tradisional setelah pembongkaran selesai,” kata Jauhari, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setdakab Aceh Tengah. Jauhari menekankan, pembongkaran alat tangkap tidak ramah lingkungan merupakan komitmen bersama eksekutif, legislatif, yudikatif, dan masyarakat dalam rangka penyelamatan ekosistem Danau Lut Tawar yang semakin terancam akibat praktik eksploitasi berlebihan.

“Pemerintah hadir bukan hanya untuk menata, tetapi menjaga kemaslahatan umat, terutama untuk generasi yang akan datang. Kita tidak ingin Danau Lut Tawar tinggal jadi cerita bagi anak cucu,” ujarnya. Alat tangkap jenis Cangkul Padang dan Dedem dikategorikan sebagai alat perusak yang berpotensi menghancurkan habitat dan populasi ikan, termasuk spesies endemik. Karena itu, regulasi daerah secara tegas hanya memperbolehkan penggunaan alat tangkap tradisional.

Danau Lut Tawar telah ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN) melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2025.

Bacaan Lainnya

Wilayah ini tidak hanya memiliki fungsi ekonomi dan sosial budaya, tetapi juga penting dalam konteks ekologi dan lingkungan. Bahkan dalam RPJMN 2025–2029, danau ini tercantum sebagai kawasan prioritas untuk direvitalisasi.

Selain itu, pengelolaan Danau Lut Tawar juga telah lama diatur dalam Perda Kabupaten Aceh Tengah Nomor 05 Tahun 1999, yang secara eksplisit mengatur larangan terhadap alat tangkap merusak.

“Kami bukan melarang nelayan mencari ikan. Tapi caranya harus diatur. Jangan sampai cara menangkap ikan hari ini menyebabkan habisnya ikan besok,” kata Jauhari.

Pemkab Aceh Tengah memastikan bahwa tidak ada masyarakat yang dibiarkan terdampak tanpa solusi.

Sejumlah program pemberdayaan ekonomi melalui sektor perikanan, pertanian, dan UMKM telah diusulkan ke pemerintah provinsi dan pusat. Tujuannya, agar transisi ke pola penangkapan ikan berkelanjutan dapat dilakukan secara adil dan produktif. “Kita tidak hanya mengganti alat tangkap, tapi juga mengubah pola pikir. Ini tentang menjaga warisan alam Gayo,” kata dia.

Menurutnya, proses transisi ini juga akan disertai dengan edukasi dan pendampingan bagi nelayan, untuk memastikan perubahan dilakukan secara menyeluruh dan berkelanjutan. “Ini bukan sekadar kebijakan administratif.

Ini gerakan moral. Kita semua harus punya hati nurani untuk menyelamatkan Danau Lut Tawar dari kerusakan yang lebih jauh,” tutup Jauhari.***

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *