Patut Di Duga Pabrik – pabrik Pengolahan Getah Pinus Yang Ada Di Aceh Masih Banyak Yang Belum Memenuhi Standar Per izinan B3.

Patut Di Duga  Pabrik – pabrik Pengolahan Getah Pinus Yang Ada Di Aceh Masih Banyak Yang Belum Memenuhi Standar Per izinan B3.

Banda Aceh -bidikindonesia.com

MENGENAL LIMBAH B3

Persoalan limbah bahan beracun dan berbahaya (B3) merupakan hal sensitif bagi dunia usaha. Pengelolaan limbah B3 yang sesuai aturan dan benar merupakan hal penting harus diterapkan industri agar kegiatan usahanya tidak mencemari dan merusak lingkungan. Pengelolaan limbah B3 yang tidak sesuai maka berakibat fatal terhadap lingukngan serta nyawa manusia.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja berdampak terhadap pengaturan pengelolaan limbah B3 bagi entitas bisnis. UU tersebut kemudian diturunkan salah satunya dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. Aturan tersebut sekaligus mencabut PP 24/2018 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Terintegrasi Berbasis Elektronik (OSS).

Ketentuan pengelolaan limbah B3 pada Pasal 39 PP 5/2021. Dalam aturan tersebut terdapat empat kategori pengelolaan limbah B3 yaitu pengumpulan, pemanfaatan, pengolahan dan penimbunan. Dia menekankan pengelolaan limbah B3 ini tidak sama dengan penghasil.
“Ada empat poin yang dilakukan jasa pengelolaan limbah bukan penghasil limbah. Jasa ini sama dengan tukang jahit yang tidak memiliki kainnya yang dimiliki pabrik-pabrik,”

Bacaan Lainnya

Bagi penghasil limbah B3 wajib hukumnya mengelola limbah tersebut. Bagi entitas yang tidak mampu mengelolanya maka dikirim ke pihak ketiga. “Ini berlaku internasional bagi orang yang menghasilkan limbah maka dia yang wajib bertanggung jawab,” .

Kategori bidang usaha pengelolaan limbah B3 tersebut termasuk dalam risiko tinggi. Hal ini didasari karena pengelolaan limbah B3 dapat berbahaya dan beracun bagi lingkungan dan manusia. Secara teknis pengelolaan limbah B3 tercantum dalam Peraturan Menteri LHK No.3/2021 dan Permen LHK No.6/2021. Kemudian, terdapat juga perubahan peraturan soal limbah B3 yang sebelumnya terdapat pada PP 101/2014 tentang Pengelolaan Limbah B3 menjadi PP 22/2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Perubahan pengelolaan limbah B3 salah satunya mengenai perizinan. Setelah berlakunya UU Cipta Kerja serta aturan turunannya maka izin usaha pengelolaan limbah berubah menjadi persetujuan teknis. Sehubungan dengan penyimpanan limbah B3 maka tidak perlu persetujuan teknis namun diintegrasikan dengan persetujuan lingkungan. Setelah mendapatkan persetujuan teknis maka diterbitkan surat kelayakan operasi (SLO).
Pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) wajib dilakukan oleh setiap masyarakat atau instansi yang menghasilkan limbah B3 tersebut dalam beragam aktivitasnya. Hal tersebut tercantum dalam Pasal 276 Peraturan Pemerintah no 22 Tahun 2021 Tentang Persetujuan Lingkungan.

Penetapan limbah B 3 berdasarkan karakter limbah B3 itu sendiri antara lain seperti mudah meledak, mudah menyala, reaktif, infeksius, korosif dan beracun. Jika didasarkan pada uji karakteristik identifikasi limbah B3 maka ibagi dalam 3 kategori seperti; kategori 1 yang merupakan Limbah B3 yang berdampak akut dan langsung terhadap manusia dan dapat- dipastikan akan berdampak negatif terhadap Lingkungan Hidup. Kemudian pada kategori 2 merupakan Limbah B3 yang mengandung B3 di mana memiliki efek tunda (delayed effect), dan berdampak tidak langsung terhadap manusia dan Lingkungan Hidup serta memiliki toksisitas subkronis atau kronis. Serta yang terakhir limbah Non B3 yang merupakan sisa suatu Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak menunjukkan karakteristik Limbah B3.

Proses penetapan limbah B3 dilakukan melalui uji karakteristik pada limbah B3 tersebut. Pada kategori 1 ditetapkan beracun jika dilakukan uji TCLP ( Toxicity Characteristic Leaching Procedure) menunjukan hasil konsentrasi zat pencemar melebihi dari kadar yang tercantum pada kolom TCLP A Lampiran XI PP No 22 Tahun 2021. Kemudian pada Uji Toksikologi LD50 lebih kecil dari atau sama dengan 50 mg/kg (lima puluh miligram per kilogram) berat badan hewan uji.

Pada limbah B3 Kategori 2 ditetapkan beracun jika dilakukan uji TCLP ( Toxicity Characteristic Leaching Procedure) menunjukan hasil konsentrasi zat pencemar lebih kecil dari kadar yang tercantum pada kolom TCLP-A dan merriliki konsentiasi zat pencemar lebih besar dari konsentrasi zat pencemar pada kolom TCLP-B pada Lampiran XI PP No 22 Tahun 2021. Kemudian pada uji Toksikologi LD50 lebih besar dari 50 mg/kg (lima puluh miligram per kilogram) berat badan hewan uji dan lebih kecii dari atau sama dengan 5000 mg/kg (lima ribu miligramper kilogram).

Pada tahapan evaluasi oleh tim ahli lmbah B3 melakukan i identifikasi dan analisis terhadap hasil uji karakteristik Limbah, proses produksi pada usaha dan/atau kegiatan yang menghasilkan Limbah, bahan baku dan/atau bahan penolong yang digunakan dalam proses produksi.

Sanksi Pelanggar Pengelolaan Limbah B3
Pengertian Limbah B3
Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) merupakan sebuah produk masalah yang setiap tahunnya tersebar mencemari berbagai ekosistem kehidupan. Karena sifatnya yang berbahaya untuk lingkungan dan kehidupan makhluk hidup, terdapat keharusan bagi penghasilnya untuk melakukan pengelolaan limbah tersebut.

Di Indonesia sendiri, pengelolaan limbah sifatnya wajib dan diatur oleh hukum undang-undang dan peraturan hingga ke satuan administrasi terkecil. Secara spesifik pengelolaan limbah B3 diatur dalam PP No.101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun.

Setiap pengelolaan limbah B3 harus mendapatkan persetujuan dari pemerintah. Beberapa komponen pengelolaan tersebut harus memiliki izin pemerintah dan laporan penyimpanan limbah. Laporan penyimpanan limbah sendiri paling banyak berisikan tentang pencatatan neraca limbah.
Neraca limbah sendiri merupakan penjelasan secara rinci mengenai penyimpanan limbah. Di dalam neraca limbah terdapat beberapa komponen mulai dari uraian sumber, jenis, dan karakteristik yang disimpan, jumlah atau volume Limbah per bulan, dan jumlah atau volume Limbah yang diserahkan kepada pengumpul, pemanfaat, atau pengolah Limbah setiap bulan.
Sanksi Pelanggaran Pengelolaan Limbah B3
Bicara tentang pengelolaannya yang berlandaskan hukum, baik undang-undang dan peraturan pemerintah, ada pula sanksi yang mengikat bagi pihak-pihak yang tidak mengindahkan pengelolaan limbah. Adapun sanksi-sanksi yang dikenakan, telah tercantum baik dari PP No.101 Tahun 2014. Seperti apa kiranya sanksi yang diberikan untuk pihak pelanggar pengelolaan limbah B3, berikut ini adalah sejumlah daftar tingkatan sanksi tersebut.
Sanksi Teguran
Tingkatan pertama dari sanksi pemerintah untuk para pelanggar diawali dengan sanksi teguran. Teguran dari pemerintah kepada individu/perusahaan pelanggar pengelolaan limbah B3 tersebut berbentuk lisan dan disampaikan secara langsung dari perwakilan pemerintah kepada pihak pelanggar
Sanksi Peringatan
Jika pelanggar tidak mengindahkan sanksi teguran sebelumnya, sanksi akan berlanjut ke tingkatan sanksi peringatan. Pada tingkatan ini, pihak pemerintah akan memberikan peringatan tertulis resmi kepada pihak pelanggar. Tidak hanya peringatan tertulis, pihak pemerintah akan memasukkan pihak pelanggar ke dalam daftar hitam (blacklist) yang akan mendapatkan perhatian khusus ke depannya.
Sanksi Penyegelan
Tingkatan sanksi selanjutnya yakni sanksi penyegelan. Penyegelan dalam hal ini memiliki fungsi terbatas, yakni hanya menyegel beberapa aktivitas pembuangan limbah serta titik-titik dimana limbah tersebut dibuang.
Selagi sanksi penyegelan diimplementasikan, individu/perusahaan pelanggar tidak diperkenankan sama sekali untuk membuang limbah. Dimana pelanggar tersebut harus menahan (menyimpan) limbah dari hasil produksinya selama waktu tertentu. Dalam masa sanksi penyegelan, individu/perusahaan bisa menggunakan jasa atau perusahaan pengelohan limbah yang telah terdaftar dan mendapatkan izin dari pemerintah terkait.

Sanksi Pencabutan Izin
Merupakan kategori sanksi berat, sanksi pencabutan izin ini diberlakukan bagi pelanggar yang tidak mengindahkan sanksi penyegelan. Pihak pemerintah sepenuhnya akan mencabut izin dan menghentikan seluruh aktivitas produksi yang dilakukan oleh pelanggar.

Sanksi Pidana
Bagi individu/perusahaan yang terus melakukan aktivitas produksi pada sanksi pencabutan izin sebelumnya, pihak pemerintah akan melabelkan aktivitas tersebut sebagai aktivitas ilegal. Karena status ilegal tersebut, pemerintah akan menempuh jalur hukum pidana setelah melaporkannya ke pihak polisi pada awalnya. Berdasarkan Pasal 104 UU PPLH, pelanggar bisa diancam pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda maksimal Rp 3 miliar rupiah. Lebih lanjut lagi, jika aktivitas produksi limbah tersebut dinilai dengan label ‘kesengajaan’, terdapat tambahan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda maksimal Rp 15 miliar.

Solusi Menghindari Sanksi Pengelolaan Limbah B3
Anda dapat mempercayakan pengolahan limbah B3 kepada pihak ketiga yang menyediakan fasilitas dari pengangkutan ,pengolahan, dan pemanfaatan limbah B3 yang bertanggung jawab dan ramah lingkungan agar pencemaran lingkungan dari bahan berbahaya dapat dihindari.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *