Memorial Living Park Rumoh Geudong Diresmikan 24 Juni 2025

Memorial Living Park Rumoh Geudong Diresmikan 24 Juni 2025

Banda Aceh|BidikIndonesia.com – Pemerintah Aceh menetapkan tanggal 24 Juni 2025 sebagai hari peresmian Memorial Living Park Rumoh Geudong, sebuah situs bersejarah yang dibangun untuk mengenang korban konflik masa lalu dan menjadi simbol perdamaian serta rekonsiliasi di Aceh.

“Semoga apa yang kita rencanakan bisa terlaksana dengan baik dan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan,” ujar Plt. Sekretaris Daerah Aceh, M. Nasir Syamaun, dalam pertemuan bersama Kementerian Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan (Kemenko Kumham Imipas) di Ruang Rapat Sekda Aceh, Rabu, 11 Juni 2025.

Kunjungan Kemenko Kumham Imipas dipimpin oleh Deputi Bidang Koordinasi Hak Asasi Manusia, Ibnu Chuldun, yang menyampaikan bahwa pembangunan Memorial Living Park merupakan bagian dari program prioritas nasional. Program ini selaras dengan Asta Cita Presiden dan Wakil Presiden, serta penjabaran dari sepuluh hak dasar warga negara yang diatur dalam UUD 1945.

“Program ini juga menjadi salah satu wujud nyata implementasi P5 HAM (Penghormatan, Perlindungan, Pemajuan, Penegakan, dan Pemenuhan HAM) yang menjadi tugas utama kementerian,” ujar Ibnu Chuldun.

Ia menambahkan, inisiatif pembangunan Memorial Living Park menjadi bagian dari pengawalan pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), sekaligus tonggak penting dalam membangun situs sejarah nasional yang memberikan penghormatan kepada para korban konflik.

Bacaan Lainnya

Sementara itu, staf Khusus Menteri HAM, Idrus, dalam kesempatan yang sama menyampaikan bahwa Memorial Living Park tidak hanya berfungsi sebagai monumen, tetapi juga sebagai simbol rekonsiliasi dan perdamaian. Ia menjelaskan bahwa pada 15 Juni 2025, pengelolaan situs tersebut akan diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten Pidie untuk pemeliharaan jangka panjang.

Plt. Sekda Aceh, M. Nasir, menyatakan dukungan penuh terhadap inisiatif tersebut dan menekankan pentingnya menjaga perdamaian pasca-konflik di Aceh. Menurutnya, kehadiran Memorial Living Park dapat menjadi sarana edukasi dan refleksi sejarah yang konstruktif.

“Kita harus terus menjaga perdamaian. Banyak pelaku sejarah dan korban konflik yang masih hidup, sehingga upaya menjaga memori kolektif dan perdamaian harus terus dilakukan,” ujarnya.

Ia juga menegaskan bahwa peresmian Memorial Living Park menjadi momentum penting dalam memperkuat komitmen negara dalam penyelesaian pelanggaran HAM berat di masa lalu.

“Aceh bisa menjadi role model nasional dalam penanganan isu ini,” tambah M. Nasir.

Dalam pertemuan itu, turut dibahas pula rencana penguatan kapasitas Hak Asasi Manusia bagi lebih dari 47.000 Aparatur Sipil Negara (ASN) di Aceh sebagai bagian dari program jangka panjang peningkatan kesadaran dan perlindungan HAM di tingkat lokal.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *