Kecanduan Judi Online, Ribuan Istri di Aceh Gugat Cerai Suami

Kecanduan Judi Online, Ribuan Istri di Aceh Gugat Cerai Suami

Banda Aceh|BidikIndonesia.com – Hingga 30 Juni 2025, sebanyak 2.923 kasus perceraian diajukan ke Mahkamah syariah di 23 kabupaten/kota di Aceh.

Dari jumlah kasus tersebut, kini dominan istri mengajukan gugat cerai kepada suami.

Angka tersebut juga terbilang cukup tinggi, mengingat Aceh yang identik dengan penerapan Syariat Islam.

Berdasarkan data, hingga 30 Juni 2025, sebanyak 2.311 perkara istri gugat cerai suami dan 612 perkara cerai talak.

Angka tersebut tidak jauh berbeda dibanding tahun 2024, dimana hingga Desember tahun lalu, sebanyak 4.856 istri mengajukan gugat cerai kepada suaminya dan 1.249 perkara cerai talak.

Bacaan Lainnya

Ada banyak faktor yang menjadi pemicu tingginya kasus perceraian di Aceh yang berjuluk ‘Bumoe Seuramoe Mekkah’ itu.

Salahnya satunya pengaruh judi online (judol) yang kini mulai masuk ke seluruh lapisan masyarakat.

Minimnya suami menafkahi istri, juga menjadi penyebab ramai istri di Aceh mengajukan gugat cerai kepada suaminya.

Humas Mahkamah Syar’iyah Aceh, Dr H Munir SH MH yang didampingi Panitera Muda Muhum, Hermansyah SH kepada Serambinews.com mengatakan, pihaknya memiliki 23 satker di seluruh kabupaten/kota di Aceh yang menangani kasus perceraian tersebut.

Untuk saat ini, pada semester I 2025, kasus cerai talak  yang masuk di seluruh tingkat pertama di Aceh ada 612 perkara dan istri gugat cerai suami sebanyak 2.311 perkara.

Kebanyakan perempuan yang mengajukan perceraian.

Angka itu juga tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya.

Dimana hingga akhir Desember 2024, sebanyak 4.856 istri gugat cerai suami , dan 1.249 cerai talak.

Paling tinggi kasus perceraian di Aceh itu di MS Lhoksukon, Aceh Utara dengan cerai gugat 295 perkara dan cerai talak 77 perkara, kemudian MS Kuala Simpang dengan cerai gugat sebanyak 200 perkara dan cerai talak 30 perkara.

Paling rendah di Sabang, kasus cerai talak 1 perkara dan cerai gugat 11 perkara.

“Untuk faktor penyebab ini ada banyak. Seperti faktor perselisihan dalam rumah tangga, KDRT, suami tak menafkahi istri, perselingkuhan, hingga faktor pengaruh judi online yang kini kian marak terjadi,” kata Munir.

Namun, saat ini kasus perceraian yang masuk ke Mahkamah Syar’iyah dominan karena perselisihan dan pertengkaran.

Hal itu bisa disebabkan karena adanya faktor judi online, dimana suami lebih banyak menghabiskan waktu di warkop untuk bermain judi, sehingga tidak bisa menafkahi istri dan keluarganya.

Sebab, kini banyak juga keributan di rumah tangga itu dikarenakan suami keasyikan bermain judi.

“Suami tidak tidur malam hanya main judi di warkop, lalu pulang ke rumah, uang habis karena nggak menang. Besoknya anak pergi ke sekolah, istri minta uang jajan nggak ada, lalu timbullah keributan. Makanya ini jadi faktor penyebab. Dan ini menjadi faktor perselisihan terus menerus. Faktor judol dan malas bekerja ini sangat berdampak besar pada permohonan perceraian,” ungkapnya.

Kedepankan Upaya Mediasi

Humas Mahkamah Syar’iyah Aceh, Dr H Munir, mengatakan, meski perkara perceraian terus masuk tiap harinya, pihaknya tetap mengedepankan upaya mediasi kepada para pemohon.

Meski begitu, pihaknya tidak bisa merinci secara spesifik ada perkara perceraian yang disebabkan oleh perceraian.

Pasalnya, harus di telisik per kasusnya.

Dikatakan, penyebab tinggi angka perceraian itu  dikarenakan menyangkut kondisi sosial masyarakat.

Pemahaman kepada pasangan suami-istri perlu diperkuat.

Jangan sedikit ada permasalah langsung berujung ke pengadilan.

Pihaknya terus berusaha untuk mendamaikan sesuai dengan amanat Perma Nomor 1 Tahun 2016.

Sebelum masuk ke meja hijau, pihaknya berharap perkara itu dapat selesai secara kekeluargaan tanpa harus ke pengadilan.

Sebab yang dirugikan akibat perceraian itu adalah anak-anak yang tinggal.

Mereka kekurangan kasih sayang oleh kedua orang tuanya.

Menurutnya, para generasi muda yang ingin menikah, perlu memperkuat pemahaman akan makna dari pernikahan itu sendiri.

Peran keluarga tentang pemahaman hukum kawin ini juga sangat diperlukan.

“Makanya pemerintah harus sering melakukan penyuluhan. Karena kasihan, kalau baru dua tahun kawin dan punya anak satu lalu bercerai. Kan yang korban anak. kalau pasangan suami istri, cerai habis masa iddah kawin lagi. Tapi dampak psikologis anak ini yang kasihan,” katanya.

Sebab kata Munir, saat ini secara umum rata-rata kasus perceraian yang terjadi mereka dari kelompok usia muda.

Sehingga, mereka menyarankan agar bimbingan pranikah dapat lebih dioptimalkan.

Pasangan muda jangan hanya beranggapan ingin nikah itu hanya soal senangnya saja.

Menurutnya, mereka perlu memahami apa saja kewajiban yang harus dilakukan saat sudah menikah nantinya.

”Apalagi kalau pacarannya lama, dia minta 20 ribu dikasih Rp 100 ribu, pas nikah itu nggak lagi, jadi terkejut. Peran dari BP4, Dinas Syariat Islam, MPU sangat perlu. Kalau kami sebagai lembaga yudikatif hanya menunggu dan menyelesaikan perkara saja,” pungkasnya.(*)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *