IDI |BidikIndonesia.com – Dua tahun sudah kerusakan jembatan di Gampong Naleung, Kecamatan Julok, Kabupaten Aceh Timur, belum kunjung diperbaiki.
Kondisi ini membuat siswa di SMKN 1 Julok harus menempuh perjalanan yang ekstrim untuk menuju selolah.
Siswa dari Desa Naleung yang berjumlah sekitar 45 harus naik rakit dan mempertaruhkan nyawa melewati sungai dari Desa Naleung ke Desa Simpang Lhee untuk sampai ke sekolah.
Hal itu dilakukan selama dua tahun terakhir lantaran Jembatan di Gampong Naleung yang roboh pada tahun 2023 tak kunjung diperbaiki.
Kepala Sekolah SMKN 1 Julok Faisal pada Selasa (12/8/2025), menerangkan bahwa banyak siswa SMKN 1 Julok sering terlambat ke sekolah karena harus menunggu antrian rakit saat menyebrang.
“Hampir 40 persen siswa kita itu berasal dari Desa Naleung, dan mereka setiap harinya harus menunggu antrian rakit ke ke sekolah, hingga membuat mereka terlambat masuk sekolah, yang biasanya pukul 7.30 WIB, tetapi siswa kami masuknya pukul 8.00 WIB atau lebih,” ujarnya.
Akses penyebrangan mempertaruhkan banyak hal, mulai dari keselamatan dan kesesuaian air.
Jika air pasang, maka rakit langsung bisa bergerak.
Namun, jika air surut maka siswa harus menunggu dulu untuk bisa menyebrang.
“Karena air kadang pasang dan surut tidak sesuai jam, misal di jam 6 itu pasang nanti begitu jam 7 air bisa surut, sehingga siswa kami harus menunggu lebih lama.
Namun demikian Faisal tetap memperlisahkan siswa-siswinya masuk sekolah dan belajar, hal itu tentu harus ditolerir oleh sekolah lantaran siswa dan siswi dari Desa Naleung tidak mempunyai akses lain untuk menuju sekolah jika tidak menyebrangi sungai.
Sementara itu, salah satu guru dari Desa Naleung M. Nasir memaparkan bahwa beberapa waktu lalu ada siswa yang jatuh ke sungai.
Hal ini membuat para orang tua resah terhadap anaknya.
Menurut Nasir, jembatan itu memiliki panjang sekitar 90 meter lebih dibangun pada tahun 2005 ini menjadi titik penting bagi masyarakat Naleung dalam aktivitas sehari-hari.
“Karena ini jalan satu-satunya bagi masyarakat Naleung untuk terhubung ke desa lain, ada jalur lain itupun jauhnya sekitar 20 kilometer dengan sekitar 2 jam perjalanan,” ungkap Nasir.
Anak-anak sekolah juga diberatkan okeh uang penyebrangan, bagi siswa yang berjalan kaki uang penyebrangan Rp 2.000 untuk yang membawa sepeda motor uang penyebrangan R 5.000.
“Anak-anak harus menyediakan yang 4 ribu bagi yang jalan kaki, dan 10 ribu untuk yang membawa sepeda motor saat menyebrang,” ungkapnya.
Para guru berharap pemerintah segera membangun kembali jembatan Naleung tersebut.
Hal ini bertujuan agar siswa-siswi yang berada di desa Naleung, bisa menuju sekolah dengan nyaman dan terjangkau. (*)