SIMEULUE | BidikIndonesia.com – Ada yang janggal pada perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-26 Kabupaten Simeulue tahun ini. Acara yang biasanya menjadi momentum besar bagi publikasi daerah, justru berlangsung tanpa gaung di media massa. Senin (13/10/2025)
Bukan karena perayaan tak meriah, tapi karena nyaris tak ada wartawan yang meliputnya. Fenomena ini disebut-sebut sebagai kejadian pertama kali dalam sejarah HUT Simeulue.
Peringatan HUT Simeulue yang digelar Minggu, 12 Oktober 2025, diselenggarakan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan sebagai penanggung jawab kegiatan. Dalam SK panitia yang ditandatangani Bupati Simeulue, turut tercantum nama Kepala Diskominsa dan PWI Simeulue di bidang publikasi.
Namun kenyataannya, bidang publikasi tidak mendapatkan biaya operasional sama sekali.
“Tidak ada biayanya, Bang, untuk seksi publikasi HUT Simeulue,” ujar Agus, Plt Kepala Dinas Pariwisata Simeulue, saat dikonfirmasi media ini.
Dampaknya langsung terasa tak satupun jurnalis melakukan peliputan, baik pada puncak peringatan HUT maupun karnaval budaya.
Ironisnya, di saat yang sama, masyarakat Simeulue justru ramai membagikan berita tentang HUT Kabupaten Aceh Barat, yang digelar pada hari yang sama.
Ketua PWI Simeulue, Firnalis, membenarkan bahwa organisasinya memang dimasukkan dalam SK panitia bidang publikasi. Namun ia menegaskan, hal itu hanya formalitas di atas kertas.
“Kami hanya dicantumkan untuk pelengkap SK saja. Tidak ada koordinasi maupun anggaran publikasi,” ujarnya.
Firnalis menolak menyalahkan Bupati Simeulue, Monas, bahkan memuji semangat sang bupati yang rela kehujanan demi menyemangati peserta karnaval. Ia menilai justru penyelenggara acara yang gagal memahami pentingnya peran media massa.
“Sekarang ini banyak yang lebih percaya posting di Facebook dari pada berita di media resmi. Bahkan biaya promosi di medsos lebih besar daripada untuk media massa,” tambahnya.
Minimnya publikasi membuat kemeriahan HUT ke-26 Simeulue hanya dirasakan oleh mereka yang hadir langsung di lokasi. Tanpa dokumentasi dan pemberitaan, perayaan sebesar itu seolah menguap tanpa jejak sejarah.
Beberapa tokoh masyarakat turut menyoroti fenomena ini. “Kalau media tidak dihargai, jangan salahkan nanti kalau media malah fokus memuat kekurangan pemerintah,” ujar seorang tokoh masyarakat yang enggan disebutkan namanya.
Tokoh lainnya bahkan menyebut kondisi ini sebagai bentuk ketidakpedulian terhadap citra daerah sendiri.
“Ini acara kabupaten, bukan acara tingkat desa. Harusnya Bupati malu kalau gaungnya tak terdengar di media mana pun,” katanya.
Sepinya pemberitaan HUT Simeulue menjadi cermin lemahnya koordinasi dan penghargaan terhadap peran pers. Padahal, media massa adalah satu-satunya saluran resmi dan legal untuk menyampaikan informasi pembangunan serta kinerja pemerintah kepada publik.
Perayaan tahun ini meninggalkan pesan penting bahwa kegiatan tanpa publikasi hanyalah pesta diam. Dan mungkin, inilah saatnya pemerintah daerah bertanya, Apakah pantas kerja keras Bupati Simeulue dibiarkan tenggelam tanpa berita hanya karena kelalaian satu dinas? (RK)