Hendro vs Leon: Sengketa Tanah Bongkar Dugaan Mafia Hukum di Peradilan

Hendro vs Leon: Sengketa Tanah Bongkar Dugaan Mafia Hukum di Peradilan
Kasus sengketa tanah antara Hendro Moedjianto (79) dengan Leon Agustono kembali menyita perhatian publik. Dalam konferensi pers di Excelco Jemursari, Surabaya. Minggu, 28 Februari 2025. Foto: Doc pri

SURABAYA | bidikindonesia.com, Minggu (28/9/2025) — Kasus sengketa tanah antara Hendro Moedjianto (79) dengan Leon Agustono kembali menyita perhatian publik. Dalam konferensi pers di Excelco Jemursari, Surabaya, Hendro didampingi istrinya serta tim kuasa hukum, MMT Yudhihari HH., SH., dan Yuno Veolenna T.E.P.M.. Turut hadir Ketua Umum Persatuan Jurnalis Indonesia (PJI), Hartanto Boechori, yang menegaskan bahwa perkara ini bukan sekadar sengketa tanah, melainkan potret nyata lemahnya penegakan hukum di Indonesia.

Dugaan Mafia Hukum di Balik Putusan Inkonsisten

Kuasa hukum Hendro, Yudhihari, menilai perjalanan kasus ini sarat kejanggalan. Menurutnya, hakim justru melanggar SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung) No. 10 Tahun 2020 yang seharusnya menjadi pedoman.

“Dalam SEMA No. 10 Tahun 2020 jelas disebutkan bahwa pemilik tanah adalah pihak yang namanya tercantum dalam sertifikat. Bahkan pada poin 4, ditegaskan dalam kasus pinjam nama, pemilik sah tetaplah nama dalam sertifikat. Namun faktanya, hakim bisa memutus seolah-olah substansi SEMA tidak berlaku. Ini bukti nyata hukum bisa dijungkir-balikkan,” jelas Yudhi.

Hendro sendiri membeli tujuh bidang tanah sah atas namanya sejak tahun 2001. Namun setelah PT Anyar Motor (yang ia dirikan bersama Leon) dibubarkan sepihak dan berubah menjadi CV pada 2004, tanah tersebut diklaim sebagai aset CV oleh Leon. Sejak itu, proses hukum panjang dan berliku pun terjadi:

Bacaan Lainnya

PN Surabaya (2018) dan PT Jatim (2019) memenangkan Leon.

Kasasi MA (2020) berpihak kepada Hendro.

PK 2023 dan 2024 kembali memenangkan Leon.

Eksekusi PN Mojokerto dan PN Surabaya (2024) merampas tanah Hendro.

PT Surabaya (2025) membatalkan eksekusi dan menyatakan tanah tetap milik Hendro.

Kini, Leon kembali mengajukan kasasi ke MA dan masih menunggu putusan.

Selain jalur perdata, Hendro juga menempuh jalur pidana. Namun laporan ke Polda Jatim (2017) dan Polres Jombang (2024) kandas dengan alasan tidak ada unsur pidana, meski Notaris Mayuni Sifyan Hadi, yang membubarkan PT tanpa RUPS, sudah dinyatakan bersalah oleh Majelis Pengawas Notaris (MPN).

Ketua Umum PJI: “Mafia Hukum Bercokol”

Ketua Umum PJI, Hartanto Boechori, menegaskan keprihatinannya terhadap inkonsistensi putusan pengadilan.

“Kalau yang diceritakan benar, ini bukan hanya soal sengketa tanah, tapi soal marwah peradilan. SEMA No. 10 Tahun 2020 jelas-jelas menyatakan pemilik tanah adalah yang namanya tercantum di sertifikat. Kalau pedoman Mahkamah Agung sendiri bisa diabaikan hakim, ke mana lagi rakyat mencari kepastian hukum?” tegas Hartanto.

Hartanto mendesak MA, Badan Pengawas MA, dan Komisi Yudisial untuk segera mengusut dugaan mafia hukum di balik kasus ini serta menindak hakim yang putusannya menyimpang dari pedoman.

“Jika hakim bisa melawan sumber hukum yang berlaku, jelas ada mafia hukum yang bercokol. Negara tidak boleh membiarkan ini,” tambahnya.

Kritik untuk Kepolisian dan Notaris

Hartanto juga menyoroti aparat penegak hukum lainnya.

“Kalau benar laporan dihentikan tanpa memeriksa saksi kunci, yaitu Notaris ‘Janggo’ yang sudah dihukum oleh MPN, maka Polri harus membuka kembali penyidikan. Begitu juga MPN, jangan ragu memberi sanksi tegas pada notaris yang merugikan masyarakat demi kepentingan pribadi,” kritiknya.

Sebagai penutup, Hartanto menegaskan komitmennya untuk membawa persoalan ini hingga level tertinggi.

“Saya akan menyurati semua instansi berwenang, termasuk Presiden. Revolusi penegakan hukum harus menjadi prioritas agar rakyat benar-benar mendapat kepastian hukum dan keadilan,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *