Banda Aceh|BidikIndonesia.com – Pembahasan empat pulau Aceh menjadi isu yang sangat krusial dan sensitif saat ini. Pembahasan mengenai ini tidak hanya mengenai batas wilayah tetapi menyangkut kedaulatan Aceh dan aspek histori Aceh serta harga diri bahkan pertahanan serta perawatan dalam perjanjian damai Aceh dan Indonesia atau dikenal dengan nama perjanjian Helsingki.
Saat ini Empat pulau ini (pulau Panjang, Mangkir, Ketek dan Gadang) menjadi pembahasan hangat ditengah forum besar (forbes) Aceh yang merupakan wadah bagi anggota DPR dan DPD RI asal Aceh untuk membahas berbagai isu terkait Aceh, termasuk masalah reintegrasi, kesejahteraan sosial, dan pembangunan. Forbes Aceh ini memiliki peran penting dalam mendukung perdamaian dan pembangunan di Aceh, serta menjadi jembatan komunikasi antara pemerintah daerah dan perwakilan Aceh di tingkat pusat. Pembahasan juga menjadi hangat di tengah kaum elit, bahkan dalam masyarakat Aceh serta masyarakat Indonesia saat ini.
Merujuk pada Pasal 1, MOU Helsingki perbatasan Aceh maka merujuk pada perbatasan 1 Juli 1956. Ada undang-undang Aceh dan Sumatera Utara. Kemudian ada Keputusan Mendagri Tahun 1992 dan diperkuat dengan Undang-undang No. 11/2006 Tentang Pemerintahan Aceh, diperkuat lagi Keputusan Mahkamah Agung (MA) No. 01.P/HUM/2013.
Hafzul mal adalah memelihara dan menjaga harta dan wilayah. Menjaga harta ini merupakan tujuan dari maqashid Syariah yang tujuannya adalah menjaga kesejahteraan individu dan masyarakat. Dengan menjaga 4 pulau ini akan menjaga kemaslahatan sosial.
Menjaga harta sangat berhubungan dengan menjaga jiwa, karena harta (mal) akan menjaga jiwa agar jauh dari bencana dan mengupayakan kesempurnaan kehormatan jiwa tersebut.
Allah berfirman yang artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesama dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (An-Nisa: 29).
Ayat ini menekankan larangan untuk memperoleh harta dengan cara yang tidak sah atau tidak benar, seperti korupsi, penipuan, riba, dan lain-lain.
Hifz al mal ( menjaga harta ) merupakan salah satu tujuan terpenting syariat. Para ahli hukum Islam menegaskan bahwa konsep hifz al mal melampaui makna harfiahnya. Untuk itu dalam pandangan Islam harta memiliki kedudukan yang penting. Harta yang dimiliki oleh manusia harus memberi kemanfaatan (maslahah) baik bagi dirinya maupun bagi orang lain dan menghindari terjadinya kerusakan (mufsadat) yang dapat merugikan manusia itu sendiri.
Ada lima hal yang semestinya diupayakan manusia yakni hifdzu ad-din (menjaga agama), hifdzu an-nafs (menjaga diri), hifdzu an-nasl (menjaga keturunan), hifdzu al-maal (menjaga harta), hifduz al- ‘aql (menajaga akal).
Aceh tidak memantik kekisruhan, tetapi jangan ganggu wilayah kami Aceh. Harapan kami sebagai warga negara Indonesia kepada bapak Prabowo Subianto, empat pulau tersebut tetap mejadi wilayah Aceh dan tidak dikelola Bersama merujuk kepada MOU Helsingki. Serta mari menjaga perdamaian aceh dengan menjalankan butir-butir MPU Helsingki dan Undang-undang Pemerintah Aceh.