Berdasarkan peta topografi TNI-AD tahun 1978, pulau-pulau itu masuk ke dalam wilayah Aceh,” ujar Rendi dalam pernyataannya, Jumat (13/6/2025). Foto: Dok bidik indonesia
LHOKSEUMAWE | bidikindonesia.com — Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Universitas Malikussaleh mendesak Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) untuk bertindak tegas memperjuangkan pengembalian empat pulau di Kabupaten Aceh Singkil yang saat ini masuk dalam wilayah administrasi Provinsi Sumatera Utara berdasarkan keputusan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) RI.
Ketua Umum DPM Unimal, Rendi Alfariq Del Chandra, menilai keputusan Kemendagri melalui surat bernomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 yang menyatakan Pulau Mangkir Gadang, Pulau Mangkir Ketek, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang sebagai bagian dari Provinsi Sumut, sangat tidak logis dan bertentangan dengan fakta sejarah serta administrasi yang sah.
“Bukti administratif menunjukkan keempat pulau tersebut berada di dalam wilayah Aceh, bukan Sumatera Utara. Bahkan surat nomor 136/40430 tahun 2017 menegaskan bahwa berdasarkan peta topografi TNI-AD tahun 1978, pulau-pulau itu masuk ke dalam wilayah Aceh,” ujar Rendi dalam pernyataannya, Jumat (13/6/2025).
Rendi mengecam sikap pasif DPRA terhadap isu ini. Ia menegaskan bahwa polemik ini bukan hanya soal batas wilayah, melainkan menyangkut harga diri dan kedaulatan masyarakat Aceh.
“Apa fungsi DPRA jika permasalahan serius seperti ini tidak bisa diselesaikan? Bahkan pada masa Gubernur Nova Iriansyah, surat penolakan revisi wilayah sudah dikirim ke Kemendagri sejak 2019 hingga 2022, namun hingga kini tidak ada tindak lanjut konkret,” tambahnya.
DPM Unimal juga menyoroti bahwa Aceh Singkil sejatinya merupakan bagian dari Aceh Selatan sebelum dimekarkan menjadi kabupaten sendiri melalui Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1999. Selain itu, dalam UU Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, secara yuridis Aceh memiliki keistimewaan yang mencakup pengelolaan wilayah adat dan perbatasan.
Rendi juga mengingatkan bahwa masyarakat adat setempat tetap mengakui pulau-pulau tersebut sebagai bagian dari Aceh. Hal ini dibuktikan dengan masih berlakunya hukum adat laut, seperti larangan melaut setiap hari Jumat, yang merupakan tradisi turun-temurun masyarakat pesisir Aceh.
Pernyataan dari pemerintah Sumatera Utara terkait “pengelolaan bersama” atas keempat pulau tersebut juga ditolak tegas oleh DPM Unimal.
“Kami tidak menerima adanya wacana pengelolaan bersama. Aceh punya cukup banyak sumber daya manusia yang cerdas dan mampu mengelola wilayahnya sendiri. Jangan anggap kami bisa diatur seenaknya oleh keputusan sepihak dari pusat yang tidak berpijak pada data dan fakta sejarah,” tegasnya.
Di akhir pernyataannya, Rendi mendesak DPRA dan pemerintah pusat untuk menyelesaikan persoalan ini secara hukum dan konstitusional, bukan dengan kompromi yang merugikan Aceh.
“Ini bukan hanya tentang garis koordinat peta, tetapi soal marwah dan kehormatan Bangsa Aceh. Kami mendesak agar keempat pulau tersebut dikembalikan ke wilayah Aceh seutuhnya,” tutupnya.