Bupati Aceh Selatan Diminta Evaluasi IUP Eksplorasi Pertambangan Minerba di Aceh Selatan

Bupati Aceh Selatan Diminta Evaluasi IUP Eksplorasi Pertambangan Minerba di Aceh Selatan

Tapaktuan|BidikIndonesia.com —Maraknya pemberian izin eksplorasi kepada perusahaan pertambangan di kabupaten Aceh Selatan menjadi polemik sendiri di daerah berjuluk negeri pala tersebut. Apalagi, selama ini perusahaan yang hadir bisa saja melakukan kegiatannya secara diam-diam tanpa sepengetahuan masyarakat setempat, namun tiba-tiba diketahui bahwa lahan masyarakat sudah dimasukkan dalam rencana lokasi eksplorasi perusahaan tertentu setelah izin eksplorasi diterbitkan, pada akhirnya ujung-ujungnya dapat mengundang konflik sosial di tengah-tengah masyarakat.

“Setidaknya ada 7 (tujuh) perusahaan yang telah diberikan izin oleh pemerintah Aceh dengan total luas eksplorasi mencapai 6.622,37 Ha. Itu belum lagi perusahaan yang telah mengantongi izin eksploitasi dan izin operasional, sehingga kesannya selama ini izin eksplorasi itu seakan diobral dengan dalih investasi,” ungkap Koordinator Gerakan Pemuda Negeri Pala (GerPALA), Fadhli Irman, Minggu 6 April 2025.

Mirisnya, kata Irman, ada indikasi terjadinya modus operandi dimana perusahaan pemegang IUP Eksplorasi hanya menggunakan lembaran kertas tersebut dengan tujuan menarik pihak luar untuk menanamkan modal, sementara pemegang IUP tak lebih hanyalah broker atau agen untuk mengkavling -kavling lahan yang berpotensi mengandung mineral tertentu, sementara pemilik sesungguhnya bukanlah perusahaan pemegang IUP tersebut.

“Jika indikasi seperti itu terjadi, maka sungguh sangat disayangkan. Lembaran kertas izin tersebut tak lebih hanya dijadikan alat transaksi untuk menyedot sejumlah dana dengan menjual peta wilayah tertentu yang terindikasi memiliki potensi mineral dan batubara, sehingga dampaknya pengelolaan tambang yang terjadi hanyalah diatas kertas, sementara pihak-pihak baik itu perusahaan atau pun masyarakat dalam bentuk izin pertambangan rakyat yang serius dalam mengelola sektor pertambangan terhambat mengurus perizinan, karena wilayah atau lahan tersebut sudah dalam peta rencana wilayah eksplorasi pemegang IUP eksplorasi tertentu, padahal kegiatan eksplorasi ril tak pernah dilakukan, ini tentu sangat disayangkan padahal pemerintah kabupaten dan provinsi harus melakukan pengawasan secara baik terhadap kegiatan yang dilakukan, jangan sampai hanya sebatas menerima laporan tanpa melihat kebenaran riil nya di lapangan,” jelasnya.

“Jika indikasi seperti itu terjadi, maka sungguh sangat disayangkan. Lembaran kertas izin tersebut tak lebih hanya dijadikan alat transaksi untuk menyedot sejumlah dana dengan menjual peta wilayah tertentu yang terindikasi memiliki potensi mineral dan batubara, sehingga dampaknya pengelolaan tambang yang terjadi hanyalah diatas kertas, sementara pihak-pihak baik itu perusahaan atau pun masyarakat dalam bentuk izin pertambangan rakyat yang serius dalam mengelola sektor pertambangan terhambat mengurus perizinan, karena wilayah atau lahan tersebut sudah dalam peta rencana wilayah eksplorasi pemegang IUP eksplorasi tertentu, padahal kegiatan eksplorasi ril tak pernah dilakukan, ini tentu sangat disayangkan padahal pemerintah kabupaten dan provinsi harus melakukan pengawasan secara baik terhadap kegiatan yang dilakukan, jangan sampai hanya sebatas menerima laporan tanpa melihat kebenaran riil nya di lapangan,” jelasnya.

Bacaan Lainnya

Sesuai dengan kewenangannya yang diatur di dalam Qanun nomor 15 tahun 2017, lanjut Irman, maka Bupati dapat mengevaluasi izin pertambangan yang ada di Aceh Selatan, termasuk melakukan pemantauan dan penilaian terkait kepatuhan perusahaan pertambangan terhadap peraturan yang berlaku, termasuk peraturan tentang keselamatan kerja, lingkungan, dan keuangan.

Dia kembali menjelaskan, sesuai dengan Qanun Aceh 15 tahun 2013 junto Qanun nomor 15 tahun 2017 tentang pertambangan mineral dan batu bara Pemilik IUP Eksplorasi memiliki kewajiban diantaranya menyampaikan rencana jangka panjang kegiatan eksplorasi dan/atau studi kelayakan kepada Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya sebelum dimulainya tahun takwim, pemegang IUP harus melaporkan sebagian atau seluruh tahapan usaha pertambangan, baik kegiatan eksplorasi maupun kegiatan operasi produksi, dan kewajiban keuangan terkait dengan pengelolaan pertambangan mineral dan batubara, seperti pembayaran royalti dan pajak. “Selain itu, pemegang IUP juga wajib mengelola lingkungan sekitar area pertambangan untuk mencegah kerusakan lingkungan dan meminimalkan dampak negatif, kemudian pemegang IUP wajib menghormati hak masyarakat sekitar area pertambangan dan melakukan upaya untuk meminimalkan dampak sosial,” terangnya.

Irman menambahkan, sebagaimana yang diatur dalam Qanun Pertambangan Aceh tersebut, Bupati memiliki kewenangan mengusulkan pencabutan IUP eksplorasi kepada Gubernur atau Menteri jika pemegang IUP eksplorasi tidak memenuhi kewajiban yang ditentukan dalam IUP.

“Bupati dapat mengusulkan pencabutan IUP eksplorasi jika pemegang IUP eksplorasi melakukan pelanggaran terhadap peraturan yang berlaku, seperti tidak melakukan kegiatan eksplorasi sesuai dengan rencana yang telah disetujuii, tidak memenuhi kewajiban pembayaran royalti dan pajak, melakukan kegiatan eksplorasi yang merusak lingkungan, tidak memenuhi standar keselamatan kerja,” ujarnya.

Kemudian, GerPALA juga mendesak Gubernur Aceh agar tidak segan-segan mencabut izin usaha pertambangan (IUP) eksplorasi bagi perusahaan yang tidak memenuhi kewajibannya dan tidak mematuhi peraturan yang berlaku. “Demi meningkatkan efektivitas pengelolaan pertambangan guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan pendapatan asli daerah (PAD), maka kita mendesak Gubernur Aceh untuk tidak segan-segat mencabut IUP eksplorasi yang telah diberikan berdasarkan evaluasi yang dilakukan oleh Pemerintahan Kabupaten nantinya,”pungkasnya.

Berikut Pemilik IUP Eksplorasi Komoditas Mineral dan Batubara di Aceh Selatan berdasarkan data publikasi Dinas ESDM Aceh :

1. PT Aceh Selatan Emas dengan Nomor : 545/DPMPTSP/1957/IUP-EKS/2022, seluas 1.648 Ha (komoditas emas);
2. PT Bersama Sukses Mining dengan nomor izin : 545/DPMPTSP/882/IUP-EKS/2024, seluas 752,4 Ha (Komoditas Emas);
3. PT Samasama Praba Denta, dengan nomor izin: 545/DPMPTSP/158/IUP-EKS/2024, seluas 605 Ha (Komoditas Emas);
4. PT Acsel Makmur Alam, dengan nomor izin : 545/DPMPTSP/408/IUP-EKS/2024, seluas 577,37 Ha (komoditas emas);
5. PT. Kotafajar Limestone Persada, dengan nomor izin : 540/DPMPTSP/1335/IUP-EKS/2022, seluas 1.800 Ha (Komoditas Batu Gamping untuk Industri Semen);
6. PT Kotafajar Lempung Persada, dengan nomor izin : 540/DPMPTSP/144/IUP-EKS/2022, seluas 345 Ha (Komoditas Clay);
7. PT Aceh Bumoe Pusaka, dengan nomor izin : nomor izin : 545/DPMPTSP/719/IUP-EKS/2024, seluas 894,6 Ha (Komoditas Bijih Besi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *