Banda Aceh|BidikIndonesia.com – Ketua Mualimin Aceh dan bekas Wakil Panglima GAM, Darwis Jeunib, mengingatkan Pemerintah Indonesia untuk membiarkan roda pemerintahan di Aceh berjalan sesuai dengan Undang-Undang Pemerintah Aceh dan dan Kesepakatan Damai Helsinki (MoU Helsinki).
Darwis meminta pemerintah pusat tidak mengutak-atik perdamaian di Aceh. “Merawat damai tidaklah mudah. Dan Aceh telah terbukti berulangkali dapat menunjukkan perlawanan bersenjata,” kata Darwis di Banda Aceh, Selasa, 17 Juni 2025.
Darwis juga mengimbau seluruh Panglima Komite Peralihan Aceh di seluruh daerah untuk siaga.
Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi jika sewaktu-waktu Pemerintah Indonesia tidak menjalankan Kesepakatan Damai Helsinki sebagaimana mestinya.
Selain menegaskan sikap bekas kombatan Gerakan Aceh Merdeka terhadap empat pulau yang dicaplok Pemerintah Indonesia, untuk diberikan kepada Pemerintah Provinsi Sumatra Utara, Darwis juga menolak penambahan empat batalyon di Aceh.
Darwis mengatakan hal itu tidak sesuai dengan Kesepakatan Damai Helsinki poin 4.1.1. yang membatasi jumlah pasukan TNI organik di Aceh.
Dalam kesepakatan damai itu, kata Darwis, jumlah tentara organik dibatasi hanya 14.700 orang. Upaya Pemerintah Indonesia menambah personal di Aceh dinilai Darwis melanggar kesepakatan damai itu.
Darwis juga mengingatkan Pemerintah Indonesia untuk menyerahkan hak pengelolaan sumber daya alam Aceh ke Pemerintah Aceh.
Pihaknya, kata Darwis, menolak campur tangan pemerintah pusat terlalu dalam dalam pengelolaan sumber daya itu.
“Karena Aceh berhak mengelola penuh (sumber daya alam) sebagaimana bunyi poin 1.3.3. dan 1.3.4 MoU Helsinki,” kata Darwis. Darwis juga mengatakan, pada poin 1.3.4.
kesepakatan damai, Aceh berhak menguasai 70 persen hasil dari semua cadangan hidrokarbon dan sumber daya alam lainnya yang ada saat ini dan di masa mendatang. Baik di wilayah darat maupun laut Aceh.***