Banda Aceh|BidikIndonesia.com – Anggota DPRA, Khalid SPdI mengaku miris dengan kerugian besar yang dialami Aceh gegara tidak bisa mengolah minyak sawit menjadi produk turunan karena tidak ada refinery sawit.
Hal itu disampaikan Khalid menyikapi berita sebelumnya yang menyebutkan Aceh setiap tahunnya rugi Rp 372 miliar akibat proses ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak mentah sawit yang dilakukan lewat pelabuhan di Sumatera Utara (Sumut).
Selama ini, produksi CPO Tanah Rencong telah menembus angka 1 juta ton per tahun.
Namun hanya sekitar 70 ribu ton atau 7 persen yang diekspor melalui pelabuhan lokal seperti Krueng Geukuh di Aceh Utara dan Calang di Aceh Jaya. Selebihnya via Belawan.
“Kalau kita mau jujur, sebenarnya kondisi ini sangat miris bagi kita.
Bahan baku dari kita, tapi Aceh yang rugi. Coba bayangkan jika sudah ada refinery sawit, kita bisa olah sendiri turunannya,” kata Khalid.
Politikus Partai Golkar ini mendesak Pemerintah Aceh di bawah pimpinan Muzakir Manaf (Mualem) dan Fadhlullah (Dek Fadh) untuk membangun pabrik pengolah minyak sawit di Aceh.
“Kenapa daerah lain bisa, kita tidak bisa? Tapi yang sangat penting, sebelum dibangun refinery sawit harus ada studi kelayakan yang komprenhensif sehingga tidak sia-sia,” ujarnya.
Khalid menyatakan ada banyak turunan kelapa sawit yang bisa diolah.
Selain minyak goreng, bisa juga dibuat margarin, lemak nabati, sabun, detergen, kosmetik, biodiesel, biomassa dan biogas.
Namun jika hal itu tidak bisa dilakukan, lanjut Khalid, maka perusahaan kelapa sawit harus mengirim CPO melalui pelabuhan lokal seperti Pelabuhan Calang dan Krueng Geukuh Aceh Utara.
“Kita ada banyak pelabuhan, kenapa tidak dimanfaatkan, kenapa mesti lewat Belawan? Pemerintah harus proaktif menyikapi persoalan ini, bukan hanya sebatas omongan tapi juga tindakan dan kebijakan,” tutupnya.(*)