Aceh Gelar Aksi Indonesia Gelap, Kritik 100 Hari Pemerintahan Prabowo-Gibran

Aceh Gelar Aksi Indonesia Gelap, Kritik 100 Hari Pemerintahan Prabowo-Gibran
Mahasiswa Universitas Syiah Kuala turun ke jalan dalam aksi ‘Indonesia Gelap’, menyuarakan kritik di depan Gedung DPRA pada Rabu (19/2). (Gambar: Amira Layyina/bidikindonesia.com)

Banda Aceh | Bidik Indonesia Ribuan mahasiswa dari tujuh fakultas Universitas Syiah Kuala (USK) menggelar aksi unjuk rasa bertajuk “Indonesia Gelap” di Banda Aceh, Rabu(19/2). Aksi ini merupakan lanjutan dari demonstrasi serupa yang sebelumnya digelar di Jakarta. Dengan semangat yang membara, mereka meneriakkan protes terhadap 100 hari pemerintahan Prabowo-Gibran yang dinilai gagal memenuhi harapan rakyat, khususnya dalam sektor pendidikan.

Sejak siang pukul 14.45 WIB, sekitar 5.000 mahasiswa berkumpul di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) sambil mengumandangkan “Hidup Mahasiswa!” dan “Hidup Rakyat Aceh!”. Mereka juga menyanyikan Mars Mahasiswa dan membacakan Sumpah Mahasiswa sebagai bentuk solidaritas.

“Kami mahasiswa Indonesia bersumpah, pendidikan tetap harus menjadi prioritas utama!” seru salah satu orator di tengah kerumunan.

Enam Isu Pemicu Aksi

Mahasiswa mengangkat enam isu utama yang dianggap sebagai bentuk kegagalan pemerintah dalam 100 hari pertama:

  1. Efisiensi Anggaran Pendidikan – Mahasiswa menolak dampak kebijakan makan siang gratis yang dinilai mengorbankan alokasi anggaran pendidikan.
  2. Ekspansi Lahan Sawit – Kebijakan perluasan lahan sawit dianggap mengancam ekosistem hutan di Aceh.
  3. Evaluasi Kabinet – Struktur kabinet dengan 48 menteri dan 5 kepala badan dinilai terlalu besar dan boros anggaran.
  4. Kecolongan Pagar Laut – Kasus ini dianggap tidak berpihak kepada masyarakat pesisir serta merusak ekosistem laut.
  5. Pembebasan Koruptor Jika Mengembalikan Uang Negara – Pernyataan Menteri Hukum dan HAM mengenai pembebasan koruptor yang mengembalikan uang negara dikritik karena dinilai tidak memberikan efek jera.
  6. Normalisasi Militer di Jabatan Sipil – Mahasiswa menolak kebijakan yang membuka peluang bagi militer untuk menduduki jabatan sipil, mengingat sejarah dwifungsi ABRI di masa lalu.

Tuntutan ini sebelumnya telah dikaji dan dipublikasikan melalui akun Instagram BEM USK dengan tajuk “Pasca 100 hari Prabowo: Indonesia lebih baik atau hanya lebih berisik?.”

Bacaan Lainnya

Keenam isu ini menjadi dasar kajian mahasiswa yang kemudian dirumuskan menjadi empat tuntutan utama.

Empat Tuntutan Mahasiswa

Dari kajian terhadap enam isu tersebut, mahasiswa menyampaikan empat tuntutan utama dalam aksi ini:

  1. Menuntut pengembalian dana Otonomi Khusus (Otsus) secara penuh, serta transparansi dan pengawasan ketat terhadap realisasi anggaran Otsus di berbagai sektor.
  2. Evaluasi terhadap Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi anggaran, karena dianggap berdampak pada pengurangan anggaran pendidikan dan kesehatan.
  3. Evaluasi dan pengawasan terhadap program Makan Bergizi Gratis (MBG) agar tepat sasaran dan tidak membebani keuangan negara.
  4. Menuntut pemerintah melalui DPRA untuk menjadikan pendidikan dan kesehatan sebagai prioritas utama, sebagaimana yang diamanatkan dalam konstitusi.
Aparat Keamanan dan Respons Pemerintah

Aksi ini mendapat pengawalan ketat dari 800 personel gabungan Kepolisian Resor Kota (Polresta) Banda Aceh, Satuan Brimob Polda Aceh, dan Direktorat Samapta Polda Aceh. Kepala Bagian Operasional Polresta Banda Aceh, Yusuf H., mengonfirmasi bahwa aparat bertugas mengamankan jalannya aksi agar tetap kondusif.

Ketua DPRA yang awalnya tidak hadir dalam aksi akhirnya menyampaikan tanggapannya melalui sambungan telepon dari Jakarta. Ia menjanjikan akan menyampaikan tuntutan mahasiswa kepada pemerintah pusat. Namun, mahasiswa mendesak agar DPRA segera mengambil sikap tegas dan tidak hanya menjadi perantara.

“Kami tidak ingin dana kami dipotong! Aceh masih menjadi salah satu provinsi termiskin di Indonesia. Kami menuntut kebijakan yang berpihak kepada rakyat!” teriak seorang orator.

Seruan Mahasiswa: Pemerintah Aceh Harus Bertindak!

Dalam tuntutannya, mahasiswa mendesak pemerintah untuk segera mengevaluasi kabinet, memastikan efisiensi birokrasi, serta mengesahkan RUU Perampasan Aset guna memberikan efek jera bagi pelaku korupsi. Mereka juga menuntut agar pemerintah mempertimbangkan ulang kebijakan normalisasi peran militer dalam jabatan sipil.

Demonstrasi terus berlangsung dengan orasi dan yel-yel perlawanan yang menggema di tengah terik matahari Banda Aceh. Massa aksi bersumpah akan terus mengawal isu-isu ini hingga pemerintah memberikan respons nyata.

“Kami marah! Kami tidak akan diam!” teriak mahasiswa serempak, mencerminkan tekad mereka untuk tetap berada di garis depan dalam mengawal jalannya pemerintahan demi masa depan Indonesia yang lebih baik.[mia]

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *