Banda Aceh|BidikIndonesia.com – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Jaya berinisial S, ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) dengan total kerugian negara mencapai Rp 38,4 miliar.
Selain itu, TR, Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh Jaya yang sebelumnya menjabat Kepala Dinas Pertanian pada 2021-2023, dan TM selaku mantan Kepala Dinas Pertanian Aceh Jaya periode 2017-2020 serta Plt tahun 2023-2024, juga ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan kasus yang sama.
“Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan hasil pemeriksaan saksi-saksi, ahli dan surat serta barang bukti berupa dokumen terkait dengan Program PSR di Kabupaten Aceh Jaya,” Kasi Penkum Kejati Aceh, Ali Rasab Lubis.
Dia mengatakan program tersebut bersumber dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit pada Koperasi Pertanian Sama Mangat/Koperasi Produsen Sama Mangat Tahun Anggaran 2019 hingga 2023.
Diketahui, kasus ini bermula saat S, yang saat itu menjabat sebagai Ketua Koperasi Pertanian Sama Mangat/Koperasi Produsen Sama Mangat Kabupaten Aceh Jaya (KPSM) mengusulkan proposal bantuan PSR. Proposal tersebut mencantumkan 599 petani dengan luas lahan 1.536,7 hektar untuk tahap 1, 2, 3 dan 4. Verifikasi teknis dan administrasi dilakukan oleh Dinas Pertanian Aceh Jaya untuk mengidentifikasi apakah usulan telah memenuhi kriteria PSR.
Kemudian Dinas Pertanian Kabupaten Aceh Jaya menerbitkan Rekomendasi Teknis (Rekomtek) terhadap Proposal PSR KPSM dan meneruskan secara berjenjang kepada Dinas Perkebunan Aceh, Kementerian Pertanian RI dan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Pihak BPDPKS kemudian menyalurkan Dana PSR sesuai dengan perjanjian kerjasama tiga pihak, yakni BPDPKS, pihak bank dan koperasi. Dana PSR tersebut kemduian disalurkan ke rekening pekebun Escrow dan masuk ke rekening KPSM sebesar Rp 38.427.950.000,00.
Namun kenyataannya, berdasarkan database Kementerian Transmigrasi RI, lahan PSR yang diusulkan tersebut bukan milik pekebun melainkan bekas lahan milik PT. Tiga Mitra. Lahan itu pun berada dalam kawasan HPL Kementerian Transmigrasi RI, yang masih menjadi kewenangan Kementerian Transmigrasi.
Citra satelit dan drone yang dianalisis oleh ahli Geographic Information System (GIS) dari Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala sejak 2018 hingga 2024 tidak menunjukkan tanaman sawit di lahan masyarakat. Bekas lahan milik PT. Tiga Mitra juga dalam kondisi hutan dan semak-semak.
Dengan kondisi tersebut, pihak Dinas Pertanian Kabupaten Aceh Jaya tetap menerbitkan rekomendasi dan SK CP/CL, sehingga menjadi dasar pihak BPDPKS menyalurkan dana bantuan PSR kepada KPSM. Akibatnya pengelolaan dana PSR tidak sesuai persyaratan PSR.
Negara tidak mendapatkan haknya terhadap penyaluran Dana PSR, yaitu realisasi program peremajaan atau penggantian kelapa sawit dengan kriteria sesuai dengan regulasi.
Akibat perbuatan tiga tersangka tersebut menimbulkan kerugian keuangan negara sejumlah Rp 38.427.950.000,00. Ketiganya juga terancam Pasal 2, Pasal 2 ayat (1) jo, Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.***