Wali Nanggroe Aceh: Jangan Ganggu Perdamaian di Aceh

Wali Nanggroe Aceh: Jangan Ganggu Perdamaian di Aceh

Banda Aceh|BidikIndonesia.com – Perdamaian  antara pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka tak lepas dari peran penting Malik Mahmud Al-Haythar.

Kesepahaman Helsinki, titik awal tenteramnya Aceh pada dua puluh tahun lalu, terjadi setelah provinsi di ujung paling utara Sumatera itu terkena petaka gempa dan tsunami 2004 lalu.

Malik Mahmud bercerita, luluh lantak akibat gempa dan tsunami, membuat sejumlah negara dan lembaga internasional mendorong agar GAM berunding dengan RI. Ini agar bantuan aman masuk Aceh, dan pemulihannya pun berlangsung cepat.

Kini, damai Aceh sudah berumur dua dekade. Namun, ada saja pihak yang mengganggu susana sejuk ini. Beruntunglah, di tengah dinamika dan gejolak yang muncul, Malik Mahmud berdiri kokoh mempertahankan kerukunan sebagai Wali Nanggroe Aceh. Suatu posisi pemimpin adat dan budaya, mirip seorang sultan. Ia tidak ingin ada orang atau pihak yang mengganggu damai di Aceh.

Melalui Muhammad Raviq, staf khusus Wali Nanggroe, Tempomenghubungi Malik Mahmud untuk wawancara. Semula, kami berharap bisa wawancara di Jakarta, di sela Malik Mahmud menghadiri kegiatan dua tahun damai Aceh, di antara diskusi yang diselenggarakan oleh Economic Research Institute for Asean and East Asia. Wawancara akhirnya berlangsung di Banda Aceh, Senin, 18 Agustus 2025. Selama di Jakarta, agenda kegiatan Malik Mahmud sangat padat.

Bacaan Lainnya

Kompleks Meuligoe Wali Nanggroe Aceh, Gampong Lamblang Manyang, Kecamatan Darul Imarah, Kabupaten Aceh Besar. Di sinilah Malik Mahmud tinggal. Sebuah kompleks istana dengan sejumlah bangunan yang semuanya bercat putih. Meuligo Aceh berjarak sekeitar delapan kilometer dari Masjid Raya Baiturrahman, ikon utama Aceh, yang bisa ditempuh dengan bermobil 15-20 menit.

Hari itu bendera merah putih berkibar di semua sudut kota. Rumah penduduk, kantor pemerintah, sekolah, dan kampus mengibarkan bendera itu. Jalan menuju Blang Padang, lapangan utama Banda Aceh, macet. Di sana digelar aneka perlombaan dan hiburan memperingati kemerdekaan Republik Indonesia. Sejak damai, kafe dan kedai kopi tumbuh tambah banyak di Banda Aceh. Warung-warung ini menyediakan aneka minuman dengan ciri khas kopi Aceh, dan aneka makanan dan jajanan tradisional Aceh

Di Meuligo Wali Nanggroe, merah putih juga berkibar di tiang bendera depan gedung utama atau Istana Wali Nanggroe.  Suasana libur cuti peringatan kemerdekaan Republik Indonesia terasa di kompleks mirip istana atau keraton ini seluas 11 hektare ini. Tak banyak orang masuk kerja di Meuligoe pada sehari setelah peringatan 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia itu.

Di belakang bangunan utama yang sekilas mirip Gedung Putih, berdiri rumah besar untuk berdiam Malik Mahmud. Petang itu adalah hari ketiga setelah puncak peringatan 20 tahun perdamaian Aceh antara Republik Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Kesepakatan Helsinki yang menjadi tonggak tenteramnya Aceh, ditandatangani di ibu kota Finlandia itu pada 15 Agustus 2005. Saat itu, Malik Mahmud adalah perdana menteri GAM. Sedangkan Hasan Tiro pendiri dan wali GAM.

Perjanjian damai ini terjadi setelah di provinsi ujung utara Sumatera itu berlaku status daerah operasi militer sejak tahun 1989 hingga 1998 untuk menumpas GAM. Inisiasi perundingan damai dimulai oleh Presiden Abdurrahman Wahid pada awal tahun 2000 dengan difasilitasi Henry Dunant Centre. Gempa bumi dan tsunami Aceh 2004 mempercepat proses damai sehingga kini Aceh berstatus daerah otonomi khusus, yang di antaranya ditandai dengan lahirnya partai lokal Aceh dan berdirinya Lembaga Wali Nanggroe yang dipimpin seorang Wali Nanggroe.

Malik Mahmud yang kini berusia 86 tahun, tinggal di Meuligo Wali Nanggroe  dengan ditemani staf dan protokoler. Dalam memimpin lembaga pemangku adat Aceh, Malik banyak ditemani staf khusus, Muhammad Raviq. Sebagai orang yang semula bebas, kini Malik harus hidup dengan protokoler karena menjadi pemimpin adat dan budaya Aceh.

Menjadi salah satu pemimpin GAM sejak 1976, Malik Mahmud memegang kewarganegaraan Singapura. Sebagai anak orang kaya Aceh yang tinggal di Singapura, Haji Mahmud, Malik Mahmud punya rumah di sana. Ia pun punya pengalaman diinterograsi delapan jam oleh polisi Singapura karena aktivitasnya di GAM.

Saat tinggal di Helsinki, Malik menyatakan senang tinggal di ibu kota Finlandia itu. “Negerinya bagus sekali,” kata dia. Dia pernah juga bertandang ke Swiss, negeri kecil di Eropa yang indah karena banyak taman dan danau. Kini, di hari tuanya, Malik menyatakan akan terus menjaga damai di Aceh.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *