Banda Aceh|BidikIndonesia.com – Wali Kota Banda Aceh, Illiza Sa’aduddin Djamal, menyesalkan adanya dugaan tindakan perusakan wilayah sungai berupa tambang galian C ilegal, di kawasan Kecamatan Luengbata, baru-baru ini.
Dikatakan, semestinya bila berkoordinasi dengan baik, memang ada wilayah-wilayah yang butuh pengerukan karena mengandung sedimen tinggi. “Seharusnya kita juga bisa memberikan peluang, kesempatan bagi para pengusaha yang membutuhkan, tetapi lokasinya harus koordinasi dengan pemerintah daerah,” ungkap Illiza, di sela kegiatan Gebyar Muharram 1447 H dan Aksi Bela Palestina kawasan Stadion H Dimurthala.
Menurut Wali Kota, pengerukan jika dilakukan secara legal oleh penambang yang membutuhkan, sebenarnya dapat meringankan beban pemerintah daerah. Persoalannya, karena ini dilakukan secara ilegal tanpa koordinasi, malah berujung merusak tanggul yang ada.
“Nah ini kan menjadi kecerobohan, karena kalau erosi terjadi, banjir, yang musibah itu kita semua. Ini yang kita sayangkan,” ucap Illiza.
Dikatakan, para oknum yang melakukan penambangan ilegal itu, kini sudah memindahkan semua peralatan mereka dari lokasi pengerukan galian C dimaksud. Terkait apakah akan membawa kasus ini ke ranah hukum, Illiza menyatakan, akan melakukan rapat koordinasi untuk melihat bagaimana ketentuan dan tindak lanjutnya ke depan.
“Kita koordinasikan terlebih dahulu bagaimana hasil rapat nanti. Intinya, ada lokasi-lokasi yang kita butuh sentimennya justru ditarik (ditambang) oleh yang membutuhkan, jadi mudah-mudahan ada koordinasi yang lebih baik,” pungkasnya.
Sebelumnya Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) segera menindak praktik tambang Galian C ilegal yang terjadi secara terbuka di Kecamatan Luengbata, Kota Banda Aceh.
Direktur WALHI Aceh, Ahmad Shalihin, menyampaikan, pihak mendesak Pemerintah Kota dan Kepolisian Daerah (Polda) Aceh melakukan penyelidikan aktivitas tambang tersebut. “Ini bukan sekadar pelanggaran izin atau administrasi. Ini adalah kejahatan lingkungan yang brutal dan mencoreng martabat hukum di negeri ini, karena terjadi di sempadan sungai dan dilakukan secara terang-terangan tanpa ada izin dan kajian lingkungan,” kata Shalihin.
Dikatakan, Bahkan Camat Luengbata sudah mengirimkan surat kepada pemilik galian C untuk menghentikan operasionalnya karena tanpa izin resmi. “WALHI Aceh juga mendapat tembusan surat penghentian aktivitas penambangan galian C, jadi ini harus diusut dan tangkap pelakunya, siapapun dia,” tegas Shalihin.
WALHI Aceh menyebutkan, pembiaran ini sebagai bentuk kelumpuhan negara dalam menegakkan hukum dan melindungi warga dari ancaman ekologis. “Wali Kota Banda Aceh tidak boleh diam. Harus segera bertindak sebelum tambang ini berubah menjadi sumber bencana ekologis dan konflik sosial di tengah masyarakat,” kata Om Sol, sapaan akrab Ahmad Shalihin.
Menurutnya, dampak lingkungan dari tambang ilegal di kawasan padat penduduk sangat mengkhawatirkan, kerusakan struktur tanah, peningkatan risiko banjir dan longsor, terganggunya sistem drainase kota, hingga gangguan kesehatan akibat polusi debu dan kebisingan alat berat. “Siapa yang bertanggung jawab jika warga terdampak? Negara tidak boleh kalah oleh mafia tambang. Apalagi jika pelindungnya adalah aparat hukum sendiri,” tegasnya.