Banda Aceh|BidikIndonesia.com – Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian, meminta Pemerintah Aceh terbuka kepada publik terkait pembayaran utang pada proyek multi years contract (MYC) di akhir masa jabatan mantan Penjabat Gubernur Aceh, Safrizal.
Alfian menegaskan, pengelolaan uang daerah tidak boleh dilakukan secara sembarangan.
“Uang Aceh tidak boleh dikelola seenaknya. Ini tidak bisa ditolerir (soal Pergub Nomor 33 Tahun 2024),” kata Alfian kepada AJNN pada Selasa, 24 Juni 2025.
Respon MaTA ini merupakan tindak lanjut dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Aceh yang menyebutkan pembayaran utang atas penyesuaian harga Rp 43,9 miliar pada tujuh paket pekerjaan Multi Years Contract (MYC) di Dinas PUPR dengan skema kontrak jamak Tahun Anggaran 2020-2022 tidak tercantum di Qanun Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh Perubahan (APBA-P) TA 2024.
Penyesuaian harga tersebut juga tidak terdapat dalam Dokumen Pelaksanaan Pengelolaan Anggaran atau DPPA Dinas PUPR Aceh.
Menurut Alfian, publik berhak mengetahui alasan di balik terbitnya Peraturan Gubernur (Pergub) yang mengatur pembayaran utang tersebut. Ia menilai, transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah merupakan kunci untuk mencegah terjadinya penyimpangan.
“Biro Hukum juga harus terbuka, jelaskan kenapa Pergub itu disetujui. Kalau memang ada tekanan, sampaikan saja. Kalau tidak, birokrasi ini tidak akan pernah benar,” kata dia.
MaTA mendesak Kejaksaan Tinggi Aceh untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan. Alfian menilai, pelanggaran ini tidak hanya berdampak pada potensi kerugian negara senilai Rp 43,9 miliar, tetapi juga mengancam stabilitas fiskal APBA 2024-2025.
“Kita berharap Kejati Aceh untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap persoalan ini. Karena di tahun 2024 pada masa Penjabat Safrizal, banyak sekali pembayaran utang statusnya,” ucapnya.***