Jakarta|BidikIndonesia.com – Tim Pembinaan dan Pelaksanaan MoU Helsinki dari Lembaga Wali Nanggroe dipimpin Dr. Muhammad Raviq, melakukan pertemuan strategis dengan Direktur Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan I Kementerian Hukum dan HAM RI, Hernadi, S.H., M.H,.
Pertemuan di Jakarta ini membahas rancangan Peraturan Presiden (Perpres) yang direncanakan menggunakan metode omnibus law untuk mendukung implementasi Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA).
Dalam paparannya, Dr. Muhammad Raviq mengungkapkan bahwa selama 19 tahun pelaksanaan UUPA, terdapat empat permasalahan utama dalam aspek pernormaan yang belum terselesaikan.
Pertama, masih banyak norma, standar, prosedur, dan kriteria yang belum ditetapkan terkait penyelenggaraan Pemerintah Aceh.
Kedua, dari sembilan Peraturan Pemerintah yang diperintahkan oleh UUPA, baru lima yang disahkan, sementara empat lainnya belum tersentuh.
Ketiga, banyak ketentuan dalam UUPA yang tidak dapat diimplementasikan akibat ketiadaan regulasi turunan.
Keempat, terdapat kebutuhan mendesak untuk menyelaraskan UUPA dengan peraturan sektoral nasional agar tidak terjadi konflik regulasi.
Menurut Raviq, metode omnibus law dipandang sebagai opsi yang strategis untuk merapikan tata kelola pemerintahan dan mendorong pertumbuhan ekonomi Aceh.
“Ini adalah soal pilihan metode. Secara teknis, bisa saja terjadi penyesuaian. Karena itu, kami akan mengkaji lebih lanjut melalui kerja sama riset dengan PSKN Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran untuk memastikan opsi hukum yang diambil benar-benar tepat,” ujar Raviq, yang juga menjabat sebagai Staf Khusus Wali Nanggroe Aceh.
Ia juga menegaskan bahwa materi muatan dalam rancangan peraturan ini tetap mengacu pada perintah dari UUPA.
Bentuknya akan berada dalam kerangka peraturan perundang-undangan, baik dengan cara mengubah, mencabut, maupun menyusun ulang regulasi yang ada, sesuai kebutuhan implementasi UUPA.
Dalam tanggapannya, Hernadi menyatakan bahwa Kementerian Hukum dan HAM RI siap mendukung Aceh dalam merumuskan instrumen hukum yang dibutuhkan.
“Soal pilihan bentuk hukumnya, apakah Peraturan Presiden atau Peraturan Pemerintah, akan kita diskusikan lebih lanjut secara teknis.
Yang jelas, kami siap membantu agar Aceh memiliki kerangka hukum yang efektif,” ujarnya.