Banda Aceh | BidikIndonesia – Sidang lanjutan perkara korupsi pengadaan tempat cuci tangan (wastafel) SMA, SMK, SLB pada Dinas Pendidikan Aceh dengan anggaran Rp.44.000.958.000 di gelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banda Aceh, Senin (21/10/2024).
Sidang dipimpin oleh Majelis Hakim Zulfikar (ketua) didampingi M Jamil dan R Deddy (anggota) dengan agenda pemerikasaan saksi yang dihadiri 5 orang dari 12 orang yang di lakukan pemanggilan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Dalam persidangan, saksi Ridha Mafdhul (rekanan) mengakui 20 paket pembuatan Wastafel didapat melalui Teuku Nara Setia yang merupakan Sekretaris DInas Pendidikan Aceh ketika itu.
Begitupun, saksi Imran Abdullah juga mengakui mendapatkan paket pekerjaan juga melalui T Nara Setia. Dia juga mengakui bahwa dirinya satu desa tempat tinggal dengan T. Nara Setia.
Saksi lain, Rahmad Karyadi yang merupakan Staff Administrasi di DPR Aceh mengaku mengetahui informasi terkait proyek Wastafel di Komisi IV. berbekal informasi tersebut, Ia menelusuri ke Dinas Pendidikan Aceh dan menemui Zulfahmi di warkop kantin Disdik Aceh, seraya menanyakan paket untuk Kabupaten Aceh Tenggara.
“Kegiatan tersebut yang memberikan rekomendasi adalah Nurdiansyah Alasta (Anggota DPR Aceh Komisi VI), dan saya termasuk sering minta paket di dinas serta disuruh telusuri paket kegiatan yang ada pada Dinas Provinsi Aceh,”ujar Rahmad Karyadi saat dimintai keterangan Majelis Hakim.
“Ada 2 paket yang saya terima, ketika menang maka profile saya masukkan untuk Kabupaten Acah Tenggara namun saya tidak pernah berada di Aceh Tanggara saat pelaksanaan. Yang ke lapangan itu pak ciek saya (Rafi). Dua kegiatan dengan kontrak Rp 112 juta dan satu lagi Rp 113 juta serta untuk buat kontrak Rp 9 juta untuk pemilik perusahaan Rp 4 juta, saya hanya dapat bagian 25 juta persatu paket dari kegiatan wastafel itu,” sambung Rahmad Karyadi.
Rahmad Karyadi juga mengakui jika Nurdiansyah Alasta yang kebetulan berada di Komisi VI dimana bidang tersebut ada dibawahnya. “Lalu beliau intruksikan telusuri kegiatan itu untuk Kabupaten Aceh Tenggara,” ungkapnya.
Pengakuan Rahmad Karyadi berbanding terbalik dengan BAP yang dibacakan JPU. Dimana sekira bulan September 2020, Nurdiansyah Alasta anggota DPR Aceh bertempat di Rumah Dinas mengatakan ada dua kegiatan wastafel miliknya.
“Nanti coba bangun komunikasi dengan Disdik Aceh. Lalu Muchlis alias Mumu menelpon saya mau bahas kegiatan wastafel, kemudian serahkan profile ke Mumu,”BAP tersebut juga diakui Rahmad Karyadi.
“Terhadap biaya yang timbul saya itu uang saya, hanya meminta Rafi untuk bantu monitor pekerjaan itu. Rekening pembayaran amprahan itu perusahaan dan perusahaan hanya di beri Rp 5 juta selanjutnya semua uang di masukkan ke rekening saya pribadi. Terhadap kerugian negara berdasarkan hasil pemeriksaan sudah saya bayar. Dan Nurdiansyah Alasta tidak berikan apapun terhadap kegiatan wastafel tersebut”tegas Rahmad Karyadi dalam persidangan.
Dalam kasus ini, terdapat indikasi korupsi pengadaan wastafel anggaran refocusing Covid-19 melalui Dinas Pendidikan tahun 2020 dengan nilai kontrak Rp 43,7 miliar lebih telah terjadi kerugian negara Rp7,2 miliar lebih berdasarkan hasil laporan audit.[kontrasaceh]