Jakarta, Bidik indonesia.com: Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) pusat bersama APTISI-APTISI daerah melakukan penyampaian aspirasi berjamaah secara damai di Jakarta, 27-29 September 2022.
Kegiatan yang digalang oleh APTISI pusat tersebut bertujuan menyampaikan aspirasi secara langsung kepada Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) Republik Indonesia, dan juga kepada Presiden Republik Indonesia, Bapak Jokowi.
Sempat Berorasi di Jalan Para pimpinan APTISI, para Guru Besar, perwakilann para Rektor dan para dosen yang tergabung dalam aksi damai tersebut sempat tertahan di luar pagar Kemendikbudristek RI sebelum diterima oleh pimpinan kementerian tersebut 27/09/2022.
Di bawah terik matahari para praktisi dan pelaku manajerial pendidikan pendidikan tersebut melalui juru bicara masing-masing wilayah menyampaikan aspirasi berkisar tentang isu-isu terkini yang mengkritrisi kebijakan kependidikan.
Diantara isu mengemuka adalah RUU Sisdiknas (Rencana Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional) dan LAM PT (Lembaga Akreditasi Mandiri Pendidikan Tinggi).
Diterima oleh Kemendikbudristek dan KSP Republik Indonesia. Setelah pimpinan APTISI bernegosiasi, maka perwakilan APTISI diterima oleh pimpinan Kemendikbudristek dan juga Kantor Staf Presiden (KSP) Republik Indonesia.
Dalam pertemuan dengan para pejabat Kemdikbudristek, pimpinan-pimpinan APTISI mengatakan bahwa aksi APTISI adalah aksi damai dan bukan kekerasan, jelas Dr. H. Marzuki Ali, selaku Dewan Pembina APTISI yang juga Ketua DPR RI periode 2009-2014.
Sebagaimana dikutip dari berbagai sumber termasuk Voa (https://voi.id/), riau tribun (https://riautribune.com/news) bahwa penyampaian aspirasi ini meminta untuk dibatalkan RUU Sisdiknas karena dinilai menghilangkan profesi guru dan dosen. RUU Sisdiknas yang sudah ada, dipandang sudah bagus.
Didalamnya sudah mengakui guru dan dosen sebagai sebuah profesi dan kepada guru dan dosen diberikan reward berbentuk sertifikasi guru dan sertifikasi dosen. Sementara Dalam RUU Sisdiknas yang baru, profesi guru dan dosen ini tidak muncul lagi.
Sementara LAM PT dinilai telah membebani PTS dengan sejumlah dana untuk proses akreditasi, padahal ketika proses akreditasi dilakukan oleh BAN (Badan Akreditasi Nasional) PT tidak dikenakan biaya. Biaya-biaya yang terapkan LAMP PT dinilai memberatkan PTS, apalagi harganya puluhan juta.
Foto Pertemuan APTISI dengan para pejabat Kemendikbudristek RI
Prof Bansu: Penyampaian Aspirasi Damai Berjalan dengan Baik Ketua APTISI Wilayah XIII Aceh, Prof. Dr. Bansu Irianto, M.Pd. dalam rilis disampaikan Sekretaris APTISI Wilayah tersebut, Dr. Muslem Daud, M.Ed, menyampaikan bahwa APTISI Wilayah XIII turut memperkuat tim pusat dalam penyampaian aspirasi tersebut di Kemendikbudristek dan Istana Negara.
Hal ini sejalan dengan Surat Ketua APTISI Pusat Nomor: 1010/B/APTISI/IX/2022, Perihal: Permohonan Daftar Peserta Aksi Penyampaian Aspirasi PTS Utusan dari APTISI Wilayah I – XVI, Tanggal 12 September 2022.
Ketua APTISI Wil. XIII, Prof Bansu Irianto, MPd bersama Pimpinan APTISI Pusat dan Wilayah lainnya 27/09/2022.
Prof. Bansu mengatakan bahwaKetua APTISI Wil. XIII, Prof Bansu Irianto, MPd bersama Pimpinan APTISI Pusat dan Wilayah lainnya 27/09/2022 apa yang kita sampaikan adalah aspirasi para guru dan dosen dari wilayah kita Aceh dan kita bawa ke Jakarta.
Kalau kita telaah RUU Sisdiknas tersebut ada hal yang tidak sesuai di mana profesi guru dan dosen tidak disebutkan lagi dalam RUU tersebut berikut tunjangannya juga hilang.
Ketua APTISI Aceh dan Sekretaris ikut dalam perwakilan APTISI diterima di KSP, Kepresidenan Republik Indonesia.
Karena itu, dalam dialog dengan para petinggi Kemendikbudristek di Jakarta kita bersama-sama Dewan Pembina dan Ketua Umum APTISI dan Ketua-Ketua APTISI lainnya meminta untuk ditinjau ulang dan diperbaiki. Kalau tidak bisa lebih baik dari sebelumnya, ya dibatalkan saja.
Sementara untuk LAMPT memang kami minta dibubarkan karena dapat mematikan PTS di daerah-daerah. Bayangkan ada PTS di daerah kita Aceh misalnya yang mahasiswanya di bawah 100 orang minta dibayar puluhan juta untuk akreditasi.
Padahal pemasukan dana PTS selain dari dana yayasan, bertumpu pada 100 mahasiswa tersebut. Ini jelas memberatkan, dan sebagaimana diketahui paska Covid ini PTS terus mencoba bertahan untuk dapat terus berkontribusi untuk kemajuan daerahnya dan juga bangsa Indonesia pada umumnya.
Kami APTISI melihat bahwa kebijakan ini tidak tepat, makanya coba kita sampaikan kepada pihak berkompeten di Kementerian.Begitu juga halnya, kami juga menyampaikan hal ini kepada Deputi Bidang Pendidikan di Kantor Staf Presiden Republik Indonesia, Istana Negara.
Semuanya kami lakukan secara legal dan apa yang kami perjuangkan juga adalah hak profesi guru dan hak profesi dosen untuk kesinambungan pendidikan Indonesia hingga ke pelosok daerah.
Kami juga dikawal oleh aparat berwenang karena memang sudah disurati jauh-jauh hari sebelumnya baik kepada aparat kepolisian maupun pihak Istana Kepresidenan RI.
Prof Bansu juga berharap, pemerintah daerah untuk membantu PTS, karena anak-anak yang kuliah di PTS hampir semuanya berasal dari daerah dan pendalaman Aceh.
Kondisi ini berbeda PTN yang mungkin mahasiswanya banyak juga dari luar daerah. Karena itu, Prof. Bansu meminta Pemerintah Aceh juga mengambil peran dalam membantu PTS untuk mencerdaskan anak-anak daerah dan pendalaman Aceh.