Tubaba, Bidikindonesia,- Setelah diberitakan sebelumnya proyek pembangunan tugu patung pemeliharaan dan penjaga kehidupan yang berbentuk penari wanita berpotensi menabrak peraturan Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) nomor 14 tahun 2008 juga Peraturan Presiden (Perpres) nomor 70 tahun 2012 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah lantaran belum terlihat adanya pelang informasi, kini persoalan baru muncul kembali.
Pasalnya, pembangunan tugu yang bakal berdiri di simpang tiga Tiyuh (Desa) Panaragan Jaya Utama, Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang Barat (Tubaba) itu kini mendapat kecaman Hoiri Rujungan, tokoh masyarakat setempat.
Kepada wartawan Bidikindonesia.com pada Jum’at, 09 Desember 2022, Hoiri Rujungan menyatakan tugu patung penari wanita tersebut tidak sedikitpun mengandung unsur kebudayaan. Sehingga bertentangan dengan kultur budaya kerajaan dinasti Tulang Bawang sebagai landasan terbentuknya wilayah sekitar.
“Kalau putri yang sedang menari itu, siapa putri itu, kan belum jelas. Karena belum jelas apakah kita perlu mengerjakan pekerjaan yang tidak jelas,” ujar Hoiri Rujungan ketika dijumpai di kediamannya, di Tiyuh Panaragan.
Menurut tokoh pemekaran Panaragan yang kini menjadi Kabupaten Tubaba itu, selayaknya patung yang dibangun iyalah tugu burung garuda menggit kunci dan peti besi, atau patung payung tiga warna meliputi merah, kuning dan putih.
“Mengapa patut dibangun tugu ini, karena itulah yang memiliki filosopi terkait kerajaan Tulangbawang dimasa lampau. Karena wilayah ini bekas pusat adanya dinasti itu,” kata dia.
Hoiri juga mengungkapkan sepatutnya Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tubaba melalui Dinas Pembangunan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) sebelum melakukan pembangunan tugu itu melakukan musyawarah kepada para tokoh-tokoh di Kabupaten berjuluk Ragem Sai Mangi Waway ini.
“Seharusnya sebelum dibangun perlu dimusyawarahkan kepada masyarakat adat, artinya perlu kesepakatan bersama. Karena tugu itu akan melambangkan bagaimana pola kehidupan dimasa lalu,” harapnya.
Oleh sebab itu, Hoiri Rujungan berharap tugu patung pemeliharaan dan penjaga kehidupan itu dibatalkan, dan diganti sesuai dengan sejarah dinasti kerajaan Tulangbawang.
“Tentu sekali kalau kita layaknya memang membangun yang bernuansa kerajaan Tulangbawang. Kita jangan sekali-kali menghilangkan sejarah dong, itu pesan para tokoh terdahulukan,” tandasnya.
Lantas seperti apakah tanggapan Iwan Mursalin sebagai Kepala Dinas PU-PR Tubaba menyikapi polemik pembangunan tugu ini?.
Ketika dikonfirmasi wartawan digedung Sesat Agung Bumi Gayo, Kompleks Islamic Center, Iwan Mursalin justru mengatakan tidak perlunya musyawarah kepada masyarakat dalam pembangunan tugu ini.
“Gak dong, gak harus seperti itu. Kawasan destinasi wisata itu tidak harus berembuk bersama masyarakat, kecuali ada lahan masyarakat yang dipakai, itukan lahannya punya Pemkab, jalan punya Pemkab,” cetusnya.
Menanggapi belum terpampangnya pelang proyek di seputar pembangunan, Iwan telah menegur PPK agar segera melakukan pemasangan. Dia juga meyakini proyek itu bakal selesai dikerjakan sesuai kontrak yang ada.(JAKY)