Produk Olahan Kelapa Aceh Siap Bersaing dengan Thailand

Produk Olahan Kelapa Aceh Siap Bersaing dengan Thailand

Banda Aceh|Bidik Indonesia.com – Berawal dari dapur rumah dan bermodal semangat, Rahmad Kudri memulai usaha pengolahan kelapa jelly dan kelapa segar berlabel Indatu D’ Coco. Memanfaatkan potensi kelapa di Aceh yang melimpah, produknya kini telah menembus pasar Medan.

“Awalnya semua saya kerjakan sendiri, dari mengupas kelapa sampai memasarkan ke warung-warung hingga ke tempat wisata. Sekarang sudah punya gudang dan alat produksi sendiri,” kata Rahmad, Senin, 7 Juli 2025.

Usaha itu dirintis Rahmad usai mencicipi kelapa jelly segar ketika bertandang ke Malaysia, tahun 2012. Sejak itu, ide Rahmad mengolah kelapa pun dimulai.

Awal 2016, Rahmad mulai menggeluti usaha tersebut.

Dia memilih label Indatu D’ Coco karena kelapa dapat diolah menjadi berbagai produk. Selain itu, kelapa juga akan selalu diminati dari generasi ke generasi.

Bacaan Lainnya

“Saya bukan pewaris, tapi perintis. Saya mulai usaha ini sendiri dari nol,” ucapnya.

Produk andalan Rahmad adalah kelapa jelly, yakni olahan dari kelapa muda yang air dan dagingnya dimasak serta dicampur dengan jelly racikan sendiri. Olahan itu kemudian dimasukkan kembali ke dalam batok kelapa.

Namun dalam beberapa tahun terakhir, fokus usaha Rahmad mulai berkembang pula ke kelapa segar, menyesuaikan permintaan pasar.

Rahmad mengolah kelapa hibrida untuk usahanya tersebut. Air kelapa hibrida dianggap lebih manis dan kulitnya lebih lunak dibanding kelapa kampung.

“Kelapa untuk diolah ini kita dapat dari berbagai daerah di Aceh, seperti dari Lhong dan Bireuen,” ucapnya.

Usaha tersebut telah memasok ratusan buah kelapa segar dan kelapa jelly ke sejumlah kafe di Banda Aceh, dipasarkan ke Brastagi hingga supermarket di Sumatra Utara. Dalam satu kali pengiriman ke Sumatera Utara, Rahmad bisa menyuplai hingga 120 kelapa per hari, tergantung pesanan.

Kelapa jelly dijualnya dengan harga Rp18 ribu, sedangkan kelapa segar dijual Rp12 ribu per buah. Untuk versi premium dengan wrapping label produk coco tap harganya mencapai Rp22 ribu. Dia menargetkan produknya mampu bersaing dengan barang impor dari Thailand yang dijual hingga Rp45 ribu per buah.

Menurutnya Thailand menggunakan kelapa pandan wangi yang dijual hingga mendunia. Sedangkan Aceh memiliki potensi kelapa yang melimpah, sehingga potensi tersebut dapat menyayangi kelapa dari Thailand.

“Memang tidak bisa bersaing 100 persen, tapi 10 sampai 20 persen pangsa pasar bisa kita dapatkan. Karena harga kita jauh lebih murah dan kualitasnya tidak kalah,” ucapnya.

Rahmad mengaku PT Pembangunan Aceh (Pema) memberikan dana binaan kepada UMKM miliknya. Ia menerima dana sebesar Rp225 juta yang digunakan untuk membeli alat produksi, memperkuat modal kerja, dan meningkatkan kualitas kemasan.

“PEMA juga membantu dari sisi pelatihan manajemen keuangan dan pemasaran. Target ke depan kita arahkan untuk ekspor,” katanya.

Meski sempat mengalami penurunan produksi saat pandemi COVID-19, Rahmad tetap bertahan dan kini kembali memperluas pasar. Di Banda Aceh, produk kelapa Indatu dipasarkan di sekitar 15 kafe, sementara di Medan terdapat sekitar 10 titik penjualan.

Menurutnya saat ini sudah banyak kompetitor yang menjual kelapa jelly. Sehingga ia ingin lebih memfokuskan kepada produk kelapa segar yang di targetkan untuk ekspor.

“Targetnya dengan packaging terbaru bisa di-launching bulan depan,” ucapnya.

Rahmad mengatakan kondisi cuaca yang saat ini panas juga berdampak kepada peningkatan pembelian kelapa jelly miliknya. Namun, peningkatan yang terjadi tidak terlalu signifikan.

“Musim panas ada naik, cuma enggak terlalu meningkat. Kita banyak menerima pesanan dari aplikasi online seperti Go Food,” ucapnya.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *