Simeulue|Bidikindonesia.Com – Polemik lahan perkebunan sawit yang dikelola PT Raja Marga di Kabupaten Simeulue, kembali mencuat. Di tengah gemuruh suara masyarakat yang terbelah antara pro dan kontra, Sabtu (14/6/2025).
Sengketa itu terus bergulir tanpa kejelasan, bahkan telah menjadi agenda rutin dalam rapat dengar pendapat (RDP) di DPRK Simeulue. Namun, hingga kini belum menemukan titik temu untuk penyelesaian.
Di satu sisi, sebagian masyarakat mempertanyakan legalitas lahan yang dikuasai perusahaan sawit tersebut. Dugaan pelanggaran terhadap sejumlah regulasi perizinan pun menyeruak ke permukaan.
Salah satu suara paling lantang datang dari M. Johan Jalla, anggota DPRK Simeulue dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Ia menilai, persoalan ini sudah terlalu lama dibiarkan mengambang tanpa kepastian hukum yang jelas.
Dikatakannya, hal itu bukan semata soal lahan, tetapi soal kepastian hukum, keadilan masyarakat, dan arah pembangunan daerah. Sudah saatnya pemerintah bersikap tegas.
Johan bahkan dikabarkan telah melakukan koordinasi intens dengan sejumlah pejabat di tingkat provinsi hingga pusat. Tujuannya satu, mencari jalan keluar konkret dari masalah yang telah bertahun-tahun membelit PT Raja Marga, tetapi tak kunjung menemukan titik temu.
Suara serupa juga datang dari kalangan aktivis lokal. Mereka menilai, ketidakjelasan status lahan PT Raja Marga berpotensi menjadi bara dalam sekam yang sewaktu-waktu bisa meledak jika tidak segera dituntaskan.
Isu itu telah terlalu lama menjadi opini publik tanpa penjelasan yang valid dari pemerintah. Ini bukan hanya soal perusahaan, tetapi tentang tata kelola sumber daya yang berpihak pada masyarakat.
Namun demikian, di sisi lain, tak sedikit pula masyarakat yang khawatir jika PT Raja Marga benar-benar hengkang dari Simeulue. Pasalnya, perusahaan itu menjadi salah satu tumpuan utama petani sawit lokal dalam menyalurkan hasil panennya.
“Kalau perusahaan tutup, kami mau jual ke mana buah sawit kami? Jangan sampai masyarakat kecil jadi korban karena tarik-menarik kepentingan,” keluh seorang petani sawit.
Kini, harapan publik tertuju pada duet kepemimpinan baru di Simeulue, Bupati Monas dan Wakil Bupati Nusar yang terpilih dalam Pilkada 2024 lalu dengan perolehan suara mayoritas.
Pemerintahan mereka diharapkan mampu memberikan kepastian, bukan sekadar pernyataan. Sebagian warga menggantungkan asa agar pasangan Monas–Nusar bisa mendobrak kebuntuan yang selama ini menyelimuti sengketa PT Raja Marga.
Bukan hanya untuk menyelesaikan konflik lahan, tetapi juga untuk mengedepankan kepentingan masyarakat secara berimbang antara perlindungan terhadap hak tanah dan keberlangsungan ekonomi lokal.
Masyarakat kini menanti, akankah pemerintahan Monas–Nusar membawa babak baru penyelesaian, atau sekadar menjadi penonton dalam drama panjang yang belum juga menemukan titik akhir.(RK)