Banda Aceh|BidikIndonesia.com – Dalam rangka menyambut peringatan Hari Damai Aceh, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bener Meriah mengadakan acara ‘Mangan Murum Tasyakuran’.
Acara tersebut mengambil tema “Dua Dekade Perdamaian Aceh, Bersatu Membangun Bener Meriah Maju dan Bermartabat”, digelar di GOR Bener Meriah.
Acara tasyakuran Hari Damai dan Rekonsiliasi tersebut dihadiri oleh Wali Nanggroe yang diwakili oleh Tuhan Peut, Prof Saifuddin Harun.
Sedangkan Gubernur Aceh diwakili oleh Kepala Dinas Pendidikan.
Kemudian, turut berhadir Bupati, dan Wakil Bupati Bener Meriah, serta unsur pimpinan Forkopimda Bener Meriah.
Hadir pula para Reje atau kepala desa beserta warga Sidodadi, Kecamatan Bandar, dan Reje beserta warga Desa Bakongan, Kecamatan Permata.
Selain itu, juga hadir Direktur Pelanggaran HAM Berat Kejaksaan Agung (Kejagung) RI, dan Direktur Yayasan Tifa dari Jakarta.
Ketua KKR Aceh, Masthur Yahya mengatakan, acara ‘Mangan Murum’ tersebut adalah sebagai puncak acara pelaksanaan rekonsiliasi berbasis komunitas di Kabupaten Meriah yang diinisiasi oleh KKR Aceh.
Sehari sebelumnya juga diadakan penandatangan berita acara rekonsiliasi oleh para pihak yang mewakili dari Desa Bakongan, Kecamatan Permata, dan perwakilan dari Desa Sidodadi, Kecamatan Bandar.
Acara penandatanganan berita acara rekonsiliasi tersebut dipimpin oleh Ketua KKR Aceh, Masthur Yahya, turut didampingi oleh Wakil Bupati (Wabup) Bener Meria, Ketua MPU Bener Meria, Ketua MAG Bener Meria, dan para Komisioner KKR Aceh sebagai saksi-saksi.
Ketua KKR Aceh menuturkan bahwa perdamaian bukanlah hanya sekedar tidak ada lagi perang, tapi juga perdamaian itu adalah sebuah keadaan.
Di mana masyarakat dapat hidup bersama dengan harmonis, saling menghormati, saling mengasihi dalam kohesi sosial yang bebas dari konflik, baik di Provinsi Aceh pada umumnya, dan di Kabupaten Bener Meriah pada khususnya.
“Pada masa yang lalu, para pihak tertentu di Bener Meriah pernah memiliki perbedaan pandangan oleh sebuah situasi yang tidak diinginkan,” terang dia.
“Namun seiring dengan berjalannya waktu, para pihak tersebut telah berhasil mengenali situasi masa lalu itu dengan perenungan mendalam melalui cara masing-masing,” katanya.
Sehingga sampailah pada kesimpulan, bahwa “para pihak” semua adalah bersaudara yang punya tanggung jawab bersama untuk hidup berdampingan dengan damai, membangun Kabupaten Bener Meriah yang lebih maju, makmur, dan berkeadilan.
Menurutnya, keberlanjutan perdamaian yang sudah dua dekade ini, membutuhkan usaha, kejujuran, keihlasan, dan komitmen semua.
“Kita harus belajar untuk mendengarkan, memahami, menghormati kebenaran dan nasib para korban situasi masa lalu di Bener Meriah dan sekitarnya,” tutur Masthur.
Melalui tasyakuran hari damai dan rekonsiliasi komunitas ini, KKR Aceh ingin menitip pesan menjadikan perdamaian Aceh sebagai tujuan bersama secara jujur dan bertanggung jawab untuk semua pihak yang terdampak oleh situasi masa lalu.
“Mari kita bekerja sama untuk menciptakan masyarakat Bener Meriah yang lebih bersatu, makmur bermartabat, dan lebih sejahtera,” pungkasnya.
Sementara itu, Direktur HAM (Dirham) Kejaksaan Agung (Kejagung), Muhibbudin, SH, MH menyampaikan pesan bahwa acara rekonsiliasi komunitas di Bener Meriah harus menjadi model perdamaian di Indonesia.
Pengertian Mangan Murum
Untuk diketahui, ‘Mangan Murum’ dalam konteks budaya Gayo, khususnya di Kabupaten Bener Meriah berarti makan bersama atau kenduri, yang seringkali diadakan untuk merayakan atau mempererat tali silaturahmi antar warga.
Acara ini bisa melibatkan dua kampung atau lebih, dan seringkali menjadi bagian dari upaya menjaga perdamaian dan kebersamaan.(*)