Banda Aceh, Bidik Indonesia – Pemerintah Aceh menyampaikan kekecewaan terhadap lambannya penyelesaian sejumlah butir penting dalam Nota Kesepahaman (MoU) Helsinki yang telah menjadi landasan perdamaian Aceh selama 20 tahun terakhir. Hal itu disampaikan dalam acara peringatan dua dekade perdamaian Aceh yang digelar di Meuseuraya Aceh, Jumat (15/8/2025).
Gubernur Aceh yang juga mantan Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Muzakir Manaf atau Mualem, menegaskan implementasi MoU baru berjalan sekitar 35 persen. Salah satu yang belum terealisasi adalah penyerahan tanah untuk ribuan mantan kombatan dan puluhan ribu anak yatim korban konflik. “Sampai hari ini belum semua korban konflik mendapatkan tanah seperti yang dijanjikan dalam MoU,” kata Mualem di sela peringatan 20 tahun damai Aceh di Balee Meuseuraya Aceh, Banda Aceh, Jumat (15/8/2025).
Sebagai langkah alternatif, ia mengusulkan pembentukan dana abadi senilai Rp1 triliun hingga Rp1,5 triliun yang hasilnya dapat digunakan langsung oleh penerima manfaat. Dana ini akan ditempatkan di bank, dan bunga dari simpanan tersebut dibagikan secara berkala kepada para mantan kombatan. “Kalau diberikan tanah, misalnya ditanami sawit, butuh waktu lima tahun baru berproduksi. Dana abadi bisa langsung dinikmati,” terangnya.
Mualem menegaskan, dana tersebut berbeda dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) karena akan diusulkan langsung ke Presiden Prabowo Subianto melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Ia meminta para mantan kombatan bersabar sambil menunggu proses advokasi di tingkat pusat.
Wali Nanggroe Aceh, Tgk Malik Mahmud Al-Haytar, menilai sejumlah butir penting seperti pengelolaan sumber daya alam, pengakuan simbol-simbol daerah, hingga penyelesaian hak korban konflik masih jauh dari harapan. “Ini bukan sekadar simbol hukum. Bahkan Pemerintah Aceh sendiri belum melaksanakan sepenuhnya. Dua dekade ini harus menjadi titik balik, jangan terjebak nostalgia dan seremoni,” tegasnya.
Kepala Badan Reintegrasi Aceh (BRA), Jamaluddin, juga menekankan pentingnya afirmasi di sektor pendidikan bagi anak-anak mantan kombatan dan korban konflik. Menurutnya, akses pendidikan yang setara adalah bagian penting dari menjaga perdamaian yang telah dibangun.
Peringatan 20 tahun damai Aceh juga diwarnai penyerahan sertifikat tanah kepada mantan kombatan, santunan untuk 20 anak yatim masing-masing Rp10 juta, dan penampilan musisi Rafly Kande.
Kesepakatan damai yang ditandatangani pada 15 Agustus 2005 di Helsinki, Finlandia, mengakhiri hampir tiga dekade konflik bersenjata di Aceh. Meski demikian, para tokoh menegaskan bahwa perdamaian tidak cukup hanya dijaga, tetapi harus diiringi dengan keadilan, kesejahteraan, dan pemenuhan komitmen pusat kepada rakyat Aceh.[mia]