BANDA ACEH, Bidikindonesia.com Alasan utama mengapa politik uang harus dilawan adalah karena ia induk dari korupsi, mother of corruption. Memberikan uang kepada masyarakat, dengan harapan bisa mempengaruhi pilihan politik mereka jadi jalan ninja para politisi minim gagasan dan prestasi.
Melalui jalur politik uang, mereka menanggung ongkos politik yang fantasitis dan bikin boncos.
Imbasnya, setelah terpilih mereka putar otak agar balik modal. Tilap-tilep anggaran pun tak terhindarkan. Dari situlah korupsi berawal, dan korupsi, anda tahu, adalah awal dari penyakit parah yang bisa bikin negara sekarat lalu wafat.
Duit negara yang harusnya bermanfaat untuk kepentingan masyarakat malah dirampok untuk kepentingan pribadi dan kelompok.
Efek latennya yang berbahaya itulah alasan politik uang secara mutlak harus ditolak. Hukum di Indonesia secara yuridis mengatur persoalan itu. Bacalah UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
UU ini dimaksudkan untuk menjawab dinamika politik terkait penyelenggara dan peserta Pemilu, sistem pemilihan, manajemen pemilu, dan penegakan hukum dalam satu undang-undang, yaitu Undang-Undang tentang Pemilihan Umum.
Dari sudut agama pun, tidak ada yang membenarkan. Apalagi bagi umat muslim, hukum politik uang dikategorikan sebagai perilaku risywah.
Al-Baqarah ayat 188
وَلَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوْا بِهَآ اِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوْا فَرِيْقًا مِّنْ اَمْوَالِ النَّاسِ بِالْاِثْمِ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
Artinya : Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.
Tafsir Ringkas Kemenag RI “Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil seperti dengan cara korupsi, menipu, ataupun merampok, dan jangan pula kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim untuk bisa melegalkan perbuatan jahat kamu dengan maksud agar kamu dapat memakan, menggunakan, memiliki, dan menguasai sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa karena melanggar ketentuan Allah, padahal kamu mengetahui bahwa perbuatan itu diharamkan Allah”.
Hukum politik uang sudah jelas-jelas dilarang, maka sungguh bikin geleng-geleng kepala bila masih ada pihak-pihak yang memakluminya, bahkan memperbolehkan.
Lebih tepatnya, mengajak masyarakat untuk menerima uang saat pemilu, dengan syarat pilihan politik tetap sesuai hati nurani masing-masing.
Pernyataan rancu itu sungguh paradoks. Di satu sisi mengajak agar mengikuti hati nurani, sementara di saat yang sama diminta menerima praktik lancung politik uang yang jelas-jelas bertentangan dengan hukum dan agama.
Bukankah hati nurani manusia sepantasnya seiring sejalan dengan aturan hukum dan agama?
Meskipun mengandung paradoks, pernyataan tersebut bisa dilihat dalam perspektif lain yang lebih kritis. Siapakah pihak yang paling diuntungkan dari politik uang dalam konteks pemilu sekarang? Setidaknya, bagi para tokoh yang akan maju menjadi calon presiden.
Untuk mengetahuinya, maka ada hal yang mesti kita perhatikan secara saksama, yaitu jumlah kekayaannya.
Logika dasarnya, ketika capres bisa mengusung program dan visi yang menarik perhatian rakyat, maka ia tidak perlu bermain curang lewat politik uang.
Sebaliknya, ketika minim gagasan dan program, tentu yang akan dimainkan adalah uang.
Dari sinilah kita bisa melihat siapa sosok calon presiden yang sebenarnya, yang layak untuk dipilih.
Ada orang berkata, politik itu kotor, dan siapapun yang mendekat ke sana akan terciprat. Perkataan itu tidak selalu benar. Justru politik telah mempertunjukkan secara gamblang, mana yang benar-benar bersih dan mana yang benar-benar kotor.
Yang bersih akan berpolitik lewat program, ide, dan gagasan yang prorakyat. Yang bersih dan putih akan selalu memiliki kesadaran akan pentingnya persatuan dan bukannya perseteruan.
Yang bersih dan putih akan selalu mengutamakan kerukunan, dan bukannya menggaungkan politik identitas yang menyulut perpecahan. Yang bersih dan putih, akan selalu mendahulukan empati.
Pemimpin itu ditinggikan seranting, didahulukan satu langkah. Ia dekat dengan rakyat, membersamai rakyat. Pemimpin yang putih dan bersih akan tegas menolak politik uang!
Risywah adalah pemberian yang diberikan oleh seorang kepada orang lain (pejabat) dengan maksud meluluskan suatu perbuatan yang batil (tidak benar menurut syariah) atau membatilkan perbuatan yang hak.[Jurnalmerdeka]