Ombudsman Beri Waktu 30 Hari bagi Madrasah untuk Kembalikan Rp 3,4 Miliar kepada Wali Murid

Ombudsman Beri Waktu 30 Hari bagi Madrasah untuk Kembalikan Rp 3,4 Miliar kepada Wali Murid

Banda Aceh|BidikIndonesia.com – Ombudsman Perwakilan Aceh memberikan batas waktu 30 hari kepada pihak madrasah (MIN, MtSN, dan MAN) untuk mengembalikan pungutan uang masuk kepada wali murid.

Pemberian batas waktu itu diberikan terhitung sejak Ombudsman menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Maladministrasi kepada pihak madrasah.

Penyerahan laporan kepada para kepala madrasah berlangsung di Kantor Ombudsman Perwakilan Aceh di Banda Aceh.

Laporan tersebut juga diserahkan kepada Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) Aceh dan Kantor Kementerian Agama (Kankemenag) Kota Banda Aceh.

Dalam paparannya, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Aceh, Dian Rubianty menyebutkan, total penggalangan dana dalam masa PPDBM mencapai Rp 11.098.562.481.

Bacaan Lainnya

Penggalangan dana ini dikategorikannya sebagai pungutan karena tidak sesuai dengan ketentuan, terkait waktu dan mekanismenya.

Dari total uang pungutan yang dihimpun itu, Dian menyebutkan, sebesar Rp 7.645.402.481 (68,9 persen) sudah dikembalikan oleh pihak madrasah kepada wali murid.

“Sedangkan yang tidak dikembalikan sebesar Rp 3.453.160.000 atau sebesar 31,1 persen lagi,” sebut Dian.

Terkait hal itu, Dian meminta pihak madrasah agar segera melakukan pengembalian sesuai ketentuan.

“Kami akan melakukan monitoring untuk melihat apakah  tindakan korektif dilaksanakan atau tidak dalam waktu 30 hari setelah penyerahan LHP,” tegasnya.

Ke depan, Dian melanjutkan, jika masih juga ditemukan pelanggaran yang sama, Ombudsman Perwakilan Aceh memastikan akan berkoordinasi dengan Aparat Penegak Hukum, karena hal itu sudah memasuki ranah pidana.

Ciri Keistimewaan Aceh

Lebih lanjut dia menjelaskan, PPDB Madrasah bukan sekadar proses administratif, tetapi bagian dari pelaksanaan hak konstitusional warga negara.

Pelaksanaannya harus menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan, keterbukaan, dan non-diskriminasi sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945.

“Dengan begitu, madrasah menjadi sarana untuk mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu, merata, dan berkeadilan,” jelasnya.

Dian menambahkan, pungutan dilarang dalam proses penerimaan siswa baru karena dapat membatasi akses pendidikan, mencederai prinsip keadilan, dan menyebabkan diskriminasi berdasarkan kemampuan ekonomi.

“Akses terhadap pendidikan berkualitas adalah hak setiap anak Aceh,” tegas Dian.

Untuk memastikan hal ini, Dian menyampaikan bahwa Ombudsman sudah berkoordinasi dengan Pemerintah Aceh, DPRA, dan beberapa pemerintah kabupaten/kota.

Termasuk organisasi masyarakat sipil pemerhati isu pendidikan, dan lembaga penegak hukum.

“Pendidikan berkualitas adalah ciri keistimewaan Aceh. Penyelenggaraannya yang bebas dari pungutan adalah wujud Aceh mulia,” demikian Dian Rubianty.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *