Banda Aceh|BidikIndonesia.com– Mantan Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla, batal menghadiri secara langsung acara penyerahan piagam penghargaan sebagai Tokoh Perdamaian Aceh di Museum UIN Ar-Raniry, Banda Aceh. Penyebabnya, mesin pesawat yang hendak ditumpangi JK kemasukan burung, sehingga ia hanya bisa mengikuti kegiatan tersebut melalui sambungan Zoom.
“Tadi pagi, sekitar jam enam sudah terbang dari Jakarta, sepuluh menit kemudian ada masalah di pesawat. Mesin pesawat dimasuki burung, jadi harus kembali,” kata JK saat menyampaikan pidato perdamaian dan penyerahan penghargaan Ar-Raniry kepada tokoh perdamaian Aceh, di Museum UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Kamis, 14 Agustus 2025.
Dia pun menyampaikan permohonan maaf karena tidak bisa hadir di tengah undangan dan peserta. Ia menjelaskan, pesawat yang ditumpanginya dari Jakarta mengalami masalah pada mesin tak lama setelah lepas landas.
JK mengira perbaikan hanya memakan waktu singkat, sekitar 10–20 menit. Namun, proses penanganan memerlukan waktu lebih lama dan harus diperbaiki sehingga ia memutuskan mengikuti acara secara daring.
“Kami minta maaf, tentu ingin sekali hadir langsung, tapi situasi ini di luar dugaan,” tambahnya.
Meski hadir secara virtual, Jusuf Kalla menyebut momen penyerahan penghargaan ini tetap memiliki arti penting, mengingat Aceh telah menapaki 20 tahun perjalanan perdamaian setelah perjanjian Helsinki.
JK juga mengulas kembali akar konflik Aceh yang berlangsung selama lebih dari dua dekade. Dari 15 konflik besar yang pernah terjadi di Indonesia, menurutnya 10 di antaranya dipicu ketidakadilan politik, ekonomi, sosial, daerah, dan perjalanan sejarah. Sementara sisanya disebabkan oleh faktor ideologi.
“Banyak orang menyangka konflik di Aceh karena agama atau syariat. Sebenarnya, dari yang kita pelajari selama ini, konflik di Aceh karena ketidakadilan dalam ekonomi. Aceh sangat kaya dengan gas dan minyak, tetapi setelah undang-undang, daerah hanya mendapat 15 persen, selebihnya untuk pusat. Padahal masyarakat tidak menikmati kekayaan itu secara benar,” jelasnya.
Ia mengungkapkan, ketidakadilan tersebut memicu konflik berkepanjangan yang mengorbankan banyak jiwa, termasuk masyarakat Aceh dan aparat.
“Pengorbanan ini besar sekali, dan perdamaian yang sudah diraih harus terus dijaga,” ucapnya.***