Aceh Besar | BidikIndonesia – Masyarakat Lampuuk menegaskan penolakan mereka terhadap pembangunan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Bayu di wilayah Hutan Ulayat yang saat ini diklaim pemerintah pusat sebagai Hutan Lindung.
Proyek yang direncanakan di area tersebut dianggap dapat merusak ekosistem hutan yang selama ini dilestarikan oleh masyarakat adat dan digunakan untuk aktivitas pertanian palawija.
Khairuddin, tokoh pemuda Lampuuk, menyayangkan sikap pemerintah pusat yang sejak tahun 2000 mengubah status tanah ulayat mereka menjadi Hutan Lindung. Padahal, sebelum konflik Gerakan Aceh Merdeka (GAM), masyarakat sudah lama melakukan aktivitas pertanian.
“Kami merasa sangat dirugikan dengan klaim pemerintah. Hutan ulayat kami tampak terabaikan karena orang tua kami tidak dapat kembali ke kebun akibat penerapan Daerah Operasi Militer (DOM), dan pada 2004, Aceh dilanda Tsunami,” ungkap Khairuddin, Sabtu (11/1/2024).
Ia menambahkan, setiap tahun, pemerintah terus mengubah status hutan ulayat menjadi Hutan Lindung hingga kini seluruh area tersebut telah beralih status. Meskipun demikian, masyarakat mulai kembali berkebun dan berupaya menjaga kelestarian ekosistem hutan.
“Kami meminta agar pemerintah pusat mengembalikan status hutan ulayat kami dan memberikan wewenang pengelolaan ekosistem hutan kepada hukum adat. Hal ini penting untuk menjaga ketahanan pangan dan ekonomi masyarakat lokal sesuai dengan program presiden prabowo,” tegas Khairuddin.
Lebih lanjut, Khairuddin menegaskan bahwa seluruh masyarakat Lampuuk menolak keras pembangunan proyek kincir angin tersebut karena dianggap akan merusak lingkungan dan merugikan kesejahteraan warga.
Hal ini sesuai dengan keputusan rapat masyarakat kemukiman lampuuk yang dilaksanakan pada hari Jum’at (10/1) terdiri dari usur mukim, gampong, pemuda, perempuan dan tokoh adat.
“Seluruh warga Lampuuk menolak pembangunan PLTB ini karena dampaknya yang buruk bagi lingkungan dan kehidupan kami,” tutup Khairuddin.[]