Aceh Tengah – Pemimpin Darud Donya Cut Putri yang juga Cucu Sultan Aceh mengecam keras pemindahan nisan makam para Raja dan Ulama, di kawasan Bener Meriah dan Aceh Utara tempat pembangunan Waduk Keureuto.
“Langkah penghilangan situs sejarah yang disengaja adalah penghinaan bagi Bangsa Aceh!” tegas Cut Putri.
Padahal masyarakat jelas-jelas menolak pemindahan situs makam para Raja dan Ulama. Selama ini beberapa kali proyek di Aceh selalu menyasar untuk memusnahkan kawasan situs makam kerajaan.
“Ada apa ini? Kenapa selalu kawasan makam para raja dan ulama Kesultanan yang disasar dan dihancurkan untuk Proyek-Proyek Strategis Nasional”, ujar Cucu Sultan Aceh geram.
Kawasan Keureuto adalah Kawasan Inti Kesultanan Samudera Pasai. Kawasan ini menurut catatan sejarah, merupakan kawasan terpenting yang merekam jejak keagungan sejarah Aceh di masa lampau.
Kawasan Keureuto juga kawasan penting dibawah kekuasaan Sultanah Malikah A’la (wafat 1389), ada yang menyebutkan namanya Sultanah Malikah Nurul Ilah, ada juga yang menyebutkan sebagai Sultanah Malikah Dannir (bercahaya), ada yang menyebutkan dengan gelar Sultanah Malikah Nur A’la (Cahaya Tertinggi), yang makamnya terletak di Minje Tujoh Pirak Timue Aceh Utara.
Sultanah Malikah Nur A’la memiliki kekuasaan sampai ke Kedah yaitu kawasan Malaysia sekarang. Kawasan Keureuto wilayah kekuasaan Sultanah Malikah Nur A’la diakui dalam sejarah sebagai kawasan utama, tempat berdiamnya para ulama sufi dan kaum bangsawan Samudera Pasai.
Bahkan setelah Kesultanan Samudera Pasai melebur menjadi Kesultanan Aceh Darussalam, kawasan Keureuto tetap menjadi kawasan penting Kesultanan Aceh Darussalam.
Salah satu pejuang ksatria wanita terkuat di Aceh Cut Meutia adalah panglima perang yang berasal dari kawasan Keureuto. Bahkan sampai ajal menjemputnya Cut Meutia syahid dalam perang sebagai pahlawan sejati. Makamnya masih berada di hutan belantara yang sudah mulai dapat diakses.
“Melihat pentingnya kawasan Keureuto, apalagi banyak sekali makam para raja, ulama dan kaum pejuang di kawasan pembangunan waduk Keureuto, sehingga jika sampai semua kawasan hilang maka hilanglah sejarah Aceh!”, kata Cut Putri.
Maka Cucu Sultan Aceh meminta agar pembangunan Waduk Keureuto segera di hentikan.
Proyek pembangunan Waduk Keureuto harus ditinjau ulang, diteliti, dan diperiksa kembali segala perizinannya termasuk AMDAL dan lainnya, serta harus diproses segala pelanggaran yang jelas-jelas terjadi didalamnya sejak awal.
Proyek pembangunan seharusnya dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan dan tidak memusnahkan peninggalan sejarah sebagai jati diri bangsa.
Bila hilang sejarah maka hilanglah jati diri bangsa, padahal bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa para pahlawannya.
“Kawasan situs sejarah makam para pahlawan bangsa itu harus tetap berada di posisi semula. Jika perlu pindahkan lokasi pembangunan proyek Waduk Kereuto!”, tegas Cut Putri.
Cucu Sultan Aceh itu meminta agar pembangunan waduk Keureuto harus memperhatikan perlindungan terhadap kawasan sejarah, kalau perlu lokasi proyek pembangunan waduk Keureuto dipindahkan atau digeser dari kawasan bersejarah, sebab bertentangan dengan Undang-Undang Cagar Budaya, Adat Hukom Kesultanan Aceh dan Hukum Internasional perlindungan situs sejarah warisan peradaban untuk dunia.
Cucu Sultan Aceh menyeru kepada seluruh Rakyat dan Bangsa Aceh, untuk bersatu berjuang melawan penindasan terhadap kehormatan indatu Bangsa Aceh.
“Lawan pihak-pihak yang telah menghina para pahlawan mulia, indatu Bangsa Aceh!”, seru Cucu Sultan Aceh.