Kerusakan Rawa dan Hutan Pengaruhi Suhu Ekstrem di Aceh

Kerusakan Rawa dan Hutan Pengaruhi Suhu Ekstrem di Aceh

Banda Aceh|BidikIndonesia.com – Suhu udara di Banda Aceh mencapai titik ekstrem hingga 36 derajat celsius dalam beberapa hari terakhir.

Kondisi ini diduga kuat dipicu oleh kerusakan lingkungan, salah satu penyumbangnya ialah hilangnya kawasan hutan dan rusaknya rawa gambut di berbagai daerah di Aceh, yang selama ini berperan penting dalam menjaga keseimbangan iklim mikro.

Koordinator Pemberdayaan Masyarakat Yayasan HAkA, Rubama, mengatakan bahwa kerusakan rawa gambut dan hutan di Aceh juga sangat berdampak terhadap suhu ekstrem di Aceh saat ini.

Menurutnya, fungsi ekologis rawa yang selama ini berperan penting dalam menjaga suhu dan menyimpan air kini sudah banyak yang hilang akibat pembukaan lahan dan kebakaran.

“Hari ini saja jika ada yang merokok di samping kita, kita kelabrakan loh, apalagi kemudian ketika rawa hancur dalam tanda kutip terbakar atau dibuka lahan.

Bacaan Lainnya

Kemudian rawa punya berbagai fungsi termasuk salah satunya bagaimana dia menyerap ketika banjir datang, tapi dia melepaskan air itu ketika musim kering.

Artinya kan ada suhu yang dijaga oleh rawa,” kata Rubama, usai seminar lingkungan memperingati hari gambut sedunia di ruang teater LP2M UIN Ar-Raniry, Senin, 2 Juni 2025.

Cuaca ekstrem saat ini, kata Rubama, merupakan bagian dari perubahan iklim dunia. Namun perubahan iklim dunia tidak terjadi jika perubahan iklim lokal itu tidak menyumbang.

Hal tersebutlah menjadi salah satu penyumbang Kota Banda Aceh menjadi salah satu kota terpanas saat ini.

“Banda Aceh termasuk salah satu kota terpanas itu kan karena kiriman dari kabupaten atau kota lain.

Kabupaten kota lain memang memiliki hutan murni yang alami.

Seharusnya membawa iklim seimbang, tapi karena kerusakan yang terjadi di mana-mana, hampir di 23 kabupaten atau kota dan punya situasi yang berbeda, sehingga hari ini kita menikmati panas yang begitu ekstrem hingga 36 celcius,” jelasnya.

Rubama mengingatkan tentang potensi kebakaran lahan gambut yang tinggi di musim panas seperti sekarang.

Menurutnya, gambut memiliki lapisan kering di bagian atas yang sangat mudah terbakar meskipun hanya dengan percikan api kecil.

“Kita pernah alami kebakaran hebat di Tripa 10 tahun lalu, dan itu belum selesai sampai sekarang.

Kalau kondisi seperti ini diperparah dan berbagai gesekan api dan sebagainya.

Maka kebakaran bisa terjadi lagi, dan lebih parah,” kata dia.

Dia mengajak semua kalangan, tanpa memandang usia atau latar belakang, untuk mengambil peran dalam menjaga ekosistem.

“Kalau saya melihat kan, masing-masing orang punya potensi, punya peran, jadi ayo maksimalkan peran masing-masing, misalnya hari ini teman-teman UKM Gainpala, sudah mengambil peran dengan melakukan ekspedisi.

Setiap orang punya caranya menyuarakan, misalnya menggencarkan kampanye lingkungan melalui sosial media.

Saya yakin masing-masing orang punya cara,” ucapnya.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *