BIREUEN, BidikIndonesia.com Menyikapi Putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Banda Aceh dalam perkara Tindak Pidana Korupsi Penyertaan Modal Pemkab Bireuen pada PT. BPRS Kota Juang, Kamis (2/5/2024), Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Bireuen akan mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Banda Aceh.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bireuen, Munawal Hadi, S.H.,M.H, melalui Kasi Intelijen, Abdi Fikri, S.H.,M.H, dalam keterangannya kepada wartawan, Jumat (3/5/2024), mengatakan, pihaknya mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Banda Aceh karena putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Banda Aceh, lebih ringan dari tuntutan JPU.
“Alasan kami mengajukan banding karena putusan pengadilan tidak sesuai dengan tuntutan JPU dan tak mencerminkan rasa keadilan dalam masyarakat,” sebut Abdi Fikri.
Menurut dia, terdapat perbedaan antara tuntutan JPU dengan putusan pengadilan. Misalnya, putusan pidana terhadap terdakwa KH selama tiga tahun, dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan. Diperintahkan agar terdakwa tetap ditahan dan membayar denda sebesar Rp50 juta, subsidair enam bulan kurungan.
Membebani terdakwa KH untuk membayar UP sebesar Rp4.241.000. Jika terdakwa tidak membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud, maka dalam waktu satu bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, harta bendanya dapat disita untuk menutupi uang pengganti tersebut dan apabila tidak mencukupi diganti dengan pidana penjara selama tiga bulan kurungan.
Padahal, JPU menuntut pidana penjara terhadap terdakwa KH selama tiga tahun enam bulan, dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan. Terdakwa tetap ditahan dan membayar denda sebesar Rp1 miliar, subsidair tiga bulan kurungan.
Membebani terdakwa KH untuk membayar UP sebesar Rp.4.230.200. Jika terdakwa tidak membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud maka dalam waktu satu bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita untuk menutupi uang pengganti tersebut. Apabila tidak mencukupi, diganti dengan pidana penjara selama enam bulan.
Demikian juga tuntutan terhadap terdakwa Y dan Z, menurut Abdi Fikri, sangat berbeda dengan putusan majelis hakim. Dalam tuntutan, JPU menutut pidana penjara terhadap Y selama enam tahun, dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan. Membayar denda sebesar Rp1 miliar, subsidair tiga bulan kurungan.
Membebani terdakwa Y untuk membayar UP sebesar Rp1.074.610.792,69. Jika terdakwa tidak membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud maka dalam waktu satu bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita untuk menutupi uang pengganti tersebut. Apabila tidak mencukupi, diganti dengan pidana penjara selama satu tahun.
Sementara dalam putusan pengadilan, majelis hakim menjatuhkan pidana penjara terhadap Y selama lima tahun, dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan. Dendanya sebesar Rp50 juta, subsidair enam bulan kurungan.
UP yang dibebankan kepada Y hanya sebanyak Rp485.356.156. Jika terdakwa tidak membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud, maka dalam waktu satu bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, harta bendanya dapat disita untuk menutupi uang pengganti tersebut. Apabila tidak mencukupi, diganti dengan pidana penjara selama enam bulan kurungan.
Hal yang sama juga terjadi pada vonis terhadap terdakwa Z. Majelis hakim menjatuhkan pidana penjara kepadanya selama satu tahun, dikurangi selama terdakwa dalam tahanan. Dia juga diperintahkan agar tetap ditahan dan membayar denda sebesar Rp50 juta, subsidair tiga bulan penjara.
Kalau JPU, menuntut agar terdakwa Z dipidana penjara selama enam tahun, dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan. Membayar denda sebesar Rp1 miliar, subsidair tiga bulan kurungan.
“Terdapat perbedaan antara tuntutan JPU dengan putusan pengadilan. Karena itu, JPU akan mengajukan banding demi terciptanya rasa keadilan dalam masyarakat,” jelas Abdi Fikri.[Kabarbireun]