Gubernur Aceh Tolak QR Code BBM, Stok Kosong, Warga Kesulitan!

Gubernur Aceh Tolak QR Code BBM, Stok Kosong, Warga Kesulitan!

Gubernur Aceh, Muzakir Manaf (Mualem).

Jakarta | BidikIndonesia – Gubernur Aceh, Muzakir Manaf atau yang akrab disapa Mualem, mengungkapkan alasannya berencana menghapus penggunaan QR Code dalam pembelian BBM bersubsidi.

Mantan Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) itu mengaku memiliki pengalaman kurang menyenangkan terkait sistem barcode dalam distribusi BBM.

Salah satu pengalaman yang ia alami adalah ketika stok BBM non-subsidi di suatu SPBU habis. Akibatnya, ia tidak dapat mengisi bahan bakar jenis Pertalite karena belum memiliki QR Code yang menjadi syarat pembelian BBM bersubsidi.

Rencana penghapusan QR Code ini menjadi sorotan, mengingat sistem tersebut diterapkan untuk memastikan distribusi BBM bersubsidi lebih tepat sasaran.

Bacaan Lainnya

“Mobil saya menggunakan Pertamax dan kehabisan BBM. Saat saya ke SPBU, BBM jenis Pertamax kosong, Pertamax Turbo tidak tersedia. Saya minta diisikan Pertalite, secukupnya saja agar saya bisa melanjutkan perjalanan pulang ke rumah. Tapi petugas SPBU menolak karena saya tidak memiliki barcode. Aturannya terlalu kaku,” kata Mualem dikutip dari detikSumut.

Ia juga menyoroti keterbatasan operator SPBU dalam menghadapi kebijakan tersebut. Menurutnya, mereka tidak dapat berbuat banyak karena aturan ini ditetapkan oleh pemerintah pusat.

Mualem menyampaikan keluhannya saat berada di ruang VIP Dewan Perwakilan Rakyat Kota Subulussalam, usai melantik Wali Kota setempat. Dalam kesempatan itu, ia menilai bahwa setelah sistem barcode diberlakukan, operator SPBU bekerja seperti robot yang hanya mengikuti prosedur tanpa fleksibilitas dalam melayani masyarakat.

“Barcode itu membentuk petugas SPBU kaku tak memiliki pertimbangan dan rasa simpati,” jelasnya.

Selain pengalaman pribadinya, Mualem juga mengungkapkan bahwa ia pernah menyaksikan langsung kejadian yang berkaitan dengan sistem barcode. Salah satu contohnya adalah ketika dua warga terpaksa mendorong mobil pikap ke SPBU karena kehabisan BBM, diduga akibat kesulitan mendapatkan BBM bersubsidi tanpa QR Code.

“Namun, petugas SPBU menolak mengisi BBM karena mereka tidak memiliki barcode. Sistemnya dibangun untuk menjadikan orang seperti robot, tak ada empati dengan lelahnya dua orang tadi mendorong mobilnya yang kehabisan BBM, tak ada belas kasihan,” ujarnya.

“Seharusnya, petugas SPBU bisa mengisi Rp 100 ribu atau Rp 200 ribu agar pemilik kendaraan bisa pulang ke rumah tanpa harus mendorong mobil. Tapi, karena sistem yang dibangun, para petugas bertindak seolah robot, tak ada rasa kasihan, tak ada simpati,” lanjut Mualem.

Sebagai solusi, Mualem menegaskan bahwa penghapusan barcode adalah langkah terbaik untuk mencegah konflik antara petugas SPBU dan konsumen. Ia berharap, dengan dihapuskannya sistem ini, distribusi BBM bersubsidi bisa lebih mudah diakses masyarakat tanpa kendala administratif yang berlebihan.[Pojokmerdeka]

“Jadi, penghapusan barcode adalah salah satu solusi menghilangkan konflik di SPBU dan membuat nyaman masyarakat khususnya konsumen dan petugas SPBU,” ungkap mantan wakil gubernur Aceh itu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *