Banda Aceh|BidikIndonesia.com, Komisi Daerah Lembaga Pengawasan Kebijakan Pemerintah dan Keadilan (Komda LP-KPK) Aceh Ketua Exsikutif Ibnu Khatab, mengatakan tentang informasi dan Publikasi KIP Aceh Beredar Dokumen yang begitu merak dari sumber medsos, terkait salah satu kandidat calon gubernur Aceh gugur pada tahapan penetapan sebagai calon tetap.
Komda LP-KPK Aceh Ketua Exsikutif Ibnu Khatab penting menanggapi hal tersebut, karena menyangkut dengan kebijakan penyelenggara pemilu, diduga telah merugikan hak Politik saudara Bustami Hamzah dan Fadhil Rahmi yang digagalkan mengikuti kontestan Demokrasi pada pilkada serentak tahun 2024. Pada media ini tanggal 22/09/2024.
Menurut Ibnu, bukannya alasan dalam surat KIP Aceh menyebutkan Bustami Hamzah-Fadhil Rahmi tidak memenuhi syarat TMS, karena tidak melampirkan dokumen penandatanganan surat pernyataan bersedia menjalankan butir-butir MoU Helsinki di depan lembaga DPRA. semestinya “Kebijakan tersebut bisa dilakukan sesuai tahapan, boleh pada tahap sebagai bacalon Gubernur dan bisa dilakukan sesudah dan atau pada waktu calon gubernur sudah terpilih”. Katanya
Sementara Ibnu mencermati dari Berita acara nomor: 2.10/PL.02.2.BA/11/2024 tentang Penelitian Persyaratan Administrasi Hasil Perbaikan Calon Pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh Tahun 2024, yang ditetapkan pada hari Sabtu, 21/9/2024. ditandatangani oleh komisioner KIP Aceh Ketua Saiful, dan anggota atas nama Agusni AH, Iskandar Agani, Muhammad Sayuni, Hendra Darmawan, Ahmad Mirza Safwandy, Kahirunnisak. “BA tersebut diduga Cacat demi Hukum, dan bertentangan dengan PKPU RI No 2 tahun 2024.”
“Kemudian Ibnu mengatakan bahwa kandidat Bustami Hamzah dan Fadhil Rahmi merupakan bakal pasangan calon yang diusung oleh gabungan Partai Politik (Kualisi Parpol) yaitu Partai NasDem, Golkar, Partai Amanat Nasional, Partai Adil Sejahtera Aceh, dan Partai Darul Aceh. Ini partai memiliki kursi di parlement Aceh, kalau lihat dari persen ambang batas kebutuhannya malahan sudah melebihi 20%” Terangnya
“Namun Ibnu menjelaskan bahwa kalau begitu kinerja Komisioner KIP Aceh terkesan dalam menjalankan tugas tidak cermat mempelajari aturan atau regulasi, lihat PKPU RI, SD KPU RI, Qanun Aceh dan lain sebagainya. Dia menilai bahwa atas perbuatan komisioner KIP Aceh dapat diduga melanggar kode etik dan telah menyalahgunakan wewenang dalam jabatan.” Tegasnya
“Lebih lanjut Komda LP-KPK Aceh ketua Ibnu Khatab berpesan kepada penyelenggara negara khususnya penyelenggaraan Pilkada Serentak Tahun 2024 di Aceh, bagaimana dapat terwujudnya Pilkada Serentak yang damai di Aceh. Kesuksesan Kegiatan Pilkada Serentak, merupakan kesuksesan kita semua dalam berdemokrasi.” Tutupnya.
DiSisi Lain:
Koordinator Relawan Umara – Ulama (UMUM) Tgk Mukhtar Syafari S.Sos MA mengingatkan bahwa KIP Aceh sebagai lembaga yang diamanahkan oleh Undang Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) untuk menyelenggarakan tahapan dan proses Pilkada secara jujur, adil, terbuka dan independen tampa memihak kepada paslon mana pun sesuai perundang-undangan yang berlaku.
Namun belakangan ini KIP Aceh diinformasikan masih merilis pasangan Om Bus – Syech Fadhil belum memenuhi syarat karena belum melampirkan surat pernyataan komitmen menjalankan MoU Helsinki yang ditandatangani di hadapan rapat paripurna DPRA.
Relawan UMUM menilai ini merupakan hal yang kontradiksi karena dalam Qanun Pilkada Aceh no 7 tahun 2024 tidak ada persyaratan itu. Itu syarat lama yang sudah tidak berlaku lagi. Bagaimana mungkin paslon ini diminta komit dengan MoU Helsinki, sementara mereka sendiri tidak menjalankan Qanun Pilkada Aceh sebagai turunan UUPA yang merupakan penjabaran dari isi MoU Helsinki.
“Karena demikian KIP Aceh diduga kuat sudah tidak netral dan diduga sudah terjebak dalam skenario untuk menggelar Pilkada Aceh melawan kotak kosong. Jika ini terbukti maka Ketua KIP Aceh, Saiful Ismi SE harus diganti karena tidak memiliki kapasitas dan integritas memimpin KIP Aceh. Bila perlu semua komisioner KIP Aceh digugat ke DKPP untuk diberhentikan jika terindikasi kuat mereka sudah bersikap memihak kepada calon tertentu”. Sebut Tgk Mukhtar Syafari.
Mangkirnya anggota DPRA untuk menghadiri rapat penandatanganan komitmen menjalankan MoU Helsinki bagi pasangan Bustami – Syech Fadhil pada 18 September juga mengindikasikan bahwa mereka bukan wakil rakyat yang baik tapi hanya wakil partai politik.
Indikasi kuat skenario penjegalan dan upaya Pilkada Aceh lawan kotak kosong juga menjadi harapan Partai Aceh sebagaimana dilansir media beberapa waktu yang lalu. Dan ini juga harapan Ketua Umumnya dan juga Cagub Mualem yang sempat viral yang meminta Bustami Hamzah dan timnya untuk mundur dari pencalonan pasca meninggalnya Calon Wakilnya Tu Sop agar dirinya bisa melawan kotak kosong.
Bagaimana bisa Mualem mengklaim menang 75% lawan Bustami jika hanya berharap dan cuma berani lawan kotak kosong atau cuma berani melawan yang tidak ada nama, tidak ada foto, tidak ada timses dan tidak ada saksinya.
Kejadian dugaan penjegalan ini justru menjadi blunder bagi pasangan Mualem – Dek Fad dan semakin memperburuk citra mereka di hadapan publik Aceh dan juga timsesnya.
Hal ini jika dibiarkan maka akan melahirkan spekulasi yang tidak terkendali sehingga kekuatan rakyat semakin membesar bagaikan bola salju untuk mendukung pasangan Bustami – Syech Fadhil dan penolakan dukungan kepada pasangan Mualem – Dek Fad dalam Pilkada apapun lawannya.