Diduga Pakai Minyak Subsidi Proyek Rp57 Miliar

Diduga Pakai Minyak Subsidi Proyek Rp57 Miliar

BidikIndonesia.com, Aceh Singkil – Proyek pembangunan Peningkatan Penyeberangan Pelabuhan Pulau Singkil di Kabupaten Aceh Singkil yang dikerjakan PT. Umega Pratama (PT.UP) dengan nilai kontrak Rp57.332.160.000,- (Rp57,3 miliar) ada dugaan menggunakan Bahan Bakar Minyak (BBM) Solar bersubsidi, serta mengabaikan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).

Hasil temuan lapangan didapat, ada titik yang diduga tempat penimbunan BBM Solar Bersubsidi [padahal itu digunakan untuk masyarakat miskin] di lokasi pelaksanaan kegiatan pekerjaan tersebut.

Padahal ancaman Sanksi Tegas Penggunaan BBM Solar Bersubsidi bagi Industri Sektor industri di bawah Kemenperin wajib mematuhi peraturan yang berlaku terkait penggunaan solar, yaitu Peraturan Presiden Nomor 117 Tahun 2021 tentang Perubahan Ketiga Perpres Nomor 191 Tahun 2014.

Jelas, Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian mengimbau kepada pelaku industri untuk tidak menggunakan BBM subsidi seperti Biosolar dalam proses produksi, pembangkit listrik, atau transportasi angkutnya. Hal ini agar pasokan BBM subsidi tersebut tepat sasaran atau dapat memenuhi kebutuhan yang berhak.

Assesment lainnya bahwa; pekerja yang berada dalam lokasi proyek itu tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yang ditetapkan dalam rule perlindungan tenaga kerja oleh Dinas Tenaga Kerja. Padahal alat pelindung diri merupakan salah satu bagian penting untuk mengimplementasikan keselamatan dan kesehatan kerja bagi para pekerja atau buruh.

Bacaan Lainnya

Sesuai Pasal 96 Undang Undang Jasa Konstruksi menyatakan, [Setiap penyedia jasa dan/atau pengguna jasa yang tidak memenuhi standar keamanan, keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan dalam penyelenggaraan jasa konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat 1 dikenai sanksi administratif.

Selain itu, diduga indikasi penyalahgunaan BBM bersubsidi pada alat alat berat seperti excavator, Crane dan mesin Genset pada Proyek yang dianggarkan dari dana Anggaran Pembangunan dan Belanja Negara (APBN) senilai Rp57,3 miliar tersebut.

Bukti yang menguatkan, terlihat ada beberapa jeriken yang berisi minyak berwarna kuning kecokelatan di samping mesin genset, di lokasi proyek yang di asumsikan adalah Minyak Solar bersubsidi untuk pekerjaan proyek itu.

Dan di lokasi proyek, tidak ada temukan tandon [tempat penampungan minyak solar] yang dibutuhkan untuk operasional pekerjaan tersebut. BBM Solar yang digunakan diisi dalam jeriken dan tidak diketahui datangnya dari mana.

Keterangan seorang pekerja yang berada di lokasi mengatakan bahwa dirinya kurang mengetahui bahan bakar jenis apa yang di gunakan pada Excavator tersebut.

Rasanya naif sekali, kalau seorang operator alat berat tidak tahu minyak apa yang digunakan. Jelas-jelas kalau alat berat itu menggunakan BBM Solar sebagai tenaga penggerak mesin.

“Saya kurang tahu jenis BBM-nya yang digunakan, yang jelas kalau BBM jenis Dexlite atau bahan bakar non subsidi itu lebih kental dari pada jenis solar Subsidi,” Jelasnya.

Perbuatan penyalahgunaan pengangkutan dan atau niaga BBM yang disubsidi pemerintah sebagaimana dimaksud dalam paragraf 5 Pasal 40 ayat 9 Pasal 55 UU RI Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang mengubah Pasal 55 UU RI No 22 Tahun 2001 tentang Migas. Dapat di ancam dengan hukuman pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling tinggi Rp 60 miliar.

Pengakuan Naryo [Bagian logistik dan pengawas lapangan bagian darat] mengatakan, kalau dirinya tidak memiliki wewenang untuk memberikan keterangan dan menjelaskan sejauh mana sudah progres proyek tersebut selesai dan jenis BBM apa yang digunakan pada alat-alat yang ada dalam proyek tersebut.

“Silahkan saja hubungi pak Humas, kami tidak bisa menjawab dan mejelaskan itu,” ungkapnya. Sabtu, 29 Juni 2024.

Sementara Humas Proyek Pekerjaan Proyek Peningkatan Penyeberangan Pelabuhan Pulau Singkil saat di konfirmasi menyebut, agar ditanyakan langsung kepada Kepala Balai Pengelola Transportasi Darat (KBPTD) kelas II Aceh selaku pemilik proyek. Senin, 1 Juli 2024.

Ancaman Proyek Pemakai BBM Solar Bersubsidi

Pernyataan Pemerintah RI sudah sangat jelas, minta kepada masing-masing direktorat di lingkungan Kemenperin untuk mengimbau kepada seluruh sektor binaannya agar tidak menggunakan BBM bersubsidi.

Kalau perusahaan industri masih menggunakan BBM bersubsidi, akan ada sanksi tegas.

Demikian kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita kepada wartawan beberapa waktu lalu. Agus meyakini, sektor industri binaan Kemenperin dapat mematuhi peraturan yang berlaku terkait penggunaan solar.

Yakni Peraturan Presiden Nomor 117 Tahun 2021 tentang Perubahan Ketiga Perpres Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga jual Eceran Bahan Bakar Minyak.

Selain itu, pada Perpres tersebut, disebutkan bahwa BBM solar merupakan jenis BBM tertentu, yang diberikan subsidi oleh pemerintah, dengan pengaturan penyediaan dan pendistribusiannya.

Termasuk batasan volume penyaluran (kuota), diatur oleh Badan Pengatur Hilir Migas. BBM tertentu jenis solar dikenakan aturan wajib dicampur dengan Biodiesel FAME dengan komposisi 30% (B30) dan selisih harga pencampurannya ditanggung oleh BPDP Kelapa Sawit, sesuai dengan Perpres No 66 Tahun 2018.

“Jadi, industri harus menggunakan BBM diesel khusus untuk industri, yang skema pendistribusiannya berbeda dengan BBM jenis tertentu solar bersubsidi. Terdapat perbedaaan spesifikasi BBM industri (Industrial Diesel Oil/IDO) dengan BBM Solar atau B30 bersubsidi (Automotive Diesel Oil/ADO) yang apabila dipaksakan digunakan akan merusak mesin industri,” tegas Gumiwang.

Pengawasan penggunaan BBM jenis tertentu yang diberikan subsidi, akan dilakukan oleh Kepolisian RI bekerja sama dengan Penyidik PNS (PPNS) yang terkait.

Khusus untuk kegiatan ekspor ilegal BBM jenis solar, telah dibentuk Satuan Tugas Anti-Illegal Export BBM Solar di bawah Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, yang menyatukan langkah pengamanan perbatasan dari penyalahgunaan BBM solar untuk kegiatan yang melawan hukum.

Satgas khusus ini beranggotakan kementerian terkait (seperti Kemenperin yang diwakili oleh Inspektorat jenderal), Kepolisian RI, TNI Angkatan Laut, Mabes TNI, hingga Badan Keamanan Laut.

Mengutip situs resmi PT Pertamina Persero, konsumen yang berhak menggunakan biosolar B30 antara lain: Usaha mikro seperti Mesin perkakas untuk usaha mikro (mesin giling)

Usaha perikanan (harus melampirkan verifikasi dan rekomendasi SKPD terkait) seperti Kapal ikan Indonesia maksimum 30 GT (terdaftar di Kementerian Kelautan dan Perikanan);

Lalu Budidaya iklan skala kecil (kincir) Usaha Pertanian (harus melampirkan verifikasi dan rekomendasi SKPD terkait) harus melampirkan verifikasi dan rekomendasi SKPD terkait seperti Alat mesin pertanian dan perkebunan maksimal 2 hektar; Peternakan yang menggunakan mesin pertanian Transportasi seperti;

Kendaraan bermotor perseorangan untuk angkutan orang / barang (plat dasar hitam); Kendaraan bermotor umum (plat dasar kuning) kecuali mobil pengangkut hasil perkebunan dan pertambangan dengan roda lebih dari 6;

Semua kendaraan layanan umum (ambulance, mobil jenazah, pemadam kebakaran dan pengangkut sampah); Transportasi air dengan motor tempel (harus melampirkan verifikasi dan rekomendasi SKPD terkait); Kapal angkutan umum berbendera Indonesia baik di sungai, danau, laut dan penyeberangan;

Kapal pelayaran rakyat / perintis; Kereta api umum penumpang dan barang Pelayanan umum seperti Pembakaran dan penerangan di Krematorium dan tempat ibadah Penerangan Panti asuhan dan panti jompo; Penerangan rumah sakit tipe C, tipe D dan Puskesmas.

Merujuk data Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas), kebutuhan solar di sektor industri untuk mendukung proses produksi dan pembangkit listrik terus meningkat. Pada tahun 2021, kebutuhan solar untuk produksi sebanyak 8,4 miliar liter, meningkat drastis dari 214,9 juta liter di tahun 2019 ada apa?.[mediaaceh]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *