Aceh Utara|BidikIndonesia.com – Angka kemiskinan di Kabupaten Aceh Utara pada tahun 2024 menunjukkan tren penurunan.
Berdasarkan data resmi Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh Utara, jumlah penduduk miskin tahun ini tercatat 104.490 jiwa atau 16,11 persen dari total penduduk.
Angka ini lebih rendah dibandingkan tahun 2023 yang mencapai 106.770 jiwa atau 16,64 persen.
Kepala BPS Aceh Utara, Armelia Amri, S.ST., M.Si., menjelaskan bahwa tren ini mencerminkan membaiknya kondisi ekonomi rumah tangga secara umum.
Penurunan persentase kemiskinan disebut sebagai indikator perbaikan kualitas hidup masyarakat, meskipun menurutnya hal tersebut masih membutuhkan perhatian berkelanjutan.
“Berkurangnya persentase penduduk miskin itu menggambarkan bahwa tingkat kehidupan masyarakat agak sedikit lebih baik,” ujar Armelia kepada wartawan.
Ia menyebutkan bahwa sejumlah faktor bisa mempengaruhi penurunan ini, termasuk pola konsumsi, akses terhadap kebutuhan pokok, dan lingkungan sosial ekonomi secara umum.
Program-program yang berjalan di daerah juga bisa ikut mendorong tren ke arah positif, namun bukan satu-satunya faktor penentu.
“Mungkin ini berhubungan juga dari program-program Pemkab Aceh Utara dalam rangka pengentasan kemiskinan. Tentu harus kita perjuangkan untuk penekanan penduduk miskin tersebut,” ucapnya.
Armelia menjelaskan bahwa penentuan status kemiskinan dilakukan berdasarkan garis kemiskinan, yakni jumlah pengeluaran minimum yang diperlukan seseorang untuk memenuhi kebutuhan dasar.
Di Aceh Utara, garis kemiskinan 2024 ditetapkan sebesar Rp473.719 per-kapita per bulan.
“Artinya, jika rata-rata pengeluaran per kapita per bulan penduduk melebihi dari jumlah tersebut, maka penduduk ini dikatakan tidak miskin. Sebaliknya, jika pengeluarannya kurang dari Rp473 ribu, itu dikategorikan sebagai penduduk miskin atau sangat miskin,” jelasnya.
Pendataan dilakukan berdasarkan pendekatan pengeluaran, bukan penghasilan. BPS menghitungnya melalui Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan pada Maret setiap tahunnya.
“Tim BPS mendata pengeluaran penduduk. Artinya, berapa rata-rata konsumsi masyarakat, baik berupa makanan ataupun kebutuhan lainnya, bukan dari segi jumlah pendapatan atau penghasilan yang diperoleh,” terang Armelia.
Jika dibandingkan dengan kabupaten/kota lain di Aceh, Aceh Utara masih berada di atas rata-rata provinsi. Berdasarkan grafik resmi BPS, rata-rata tingkat kemiskinan Provinsi Aceh sebesar 14,23 persen, sedangkan Aceh Utara tercatat 16,11 persen.
Tingkat kemiskinan paling rendah berada di Kota Banda Aceh (6,95 persen) dan tertinggi di Kabupaten Aceh Singkil (19,06 persen).
Beberapa daerah lain yang juga berada di atas Aceh Utara di antaranya adalah Aceh Barat (16,94 persen), Nagan Raya (17,60 persen), dan Pidie Jaya (18,18 persen).
“Jika merujuk data penduduk miskin menurut kabupaten/kota di Aceh untuk 2024, maka Aceh Utara berada di atas rata-rata provinsi,” kata Armelia.
Armelia juga menyampaikan bahwa angka pengangguran terbuka di Aceh Utara mengalami sedikit penurunan.
Tahun 2023, jumlah pengangguran terbuka tercatat 19.025 orang (7,07 persen), sedangkan pada tahun 2024 menurun menjadi 18.872 orang (6,88 persen).
Namun, ia menekankan bahwa tingkat pengangguran dan tingkat kemiskinan tidak selalu berjalan beriringan.
“Dikategorikan penduduk miskin itu tidak mutlak kaitannya antara pengangguran dan kemiskinan,” ujarnya. Menurutnya, naik turunnya angka kemiskinan lebih kompleks dan dipengaruhi berbagai aspek.
Sebagai lembaga penyedia data statistik resmi, BPS berperan mendukung arah pembangunan daerah melalui indikator-indikator kunci seperti Indeks Pembangunan Manusia (IPM), tingkat inflasi, tingkat pengangguran, dan gini ratio.
“Itu semua dalam rangka mendukung pembangunan wilayah. Artinya, setiap pembangunan daerah itu harus merujuk kepada data yang ada, data yang profesional” tutup Armelia.