APK dan Elektabilitas Partai Politik di Aceh Sangat Meresahkan Masyarakat

APK dan Elektabilitas Partai Politik di Aceh Sangat Meresahkan Masyarakat

BANDA ACEH, BidikIndonesia.com Pemasangan alat peraga kampanye (APK) seperti spanduk, poster, baliho, banner dan lain sebagainya, di berbagai lokasi dan ruang publik, kacau balau seperti tanpa ada pengawasan dari penyelenggara Pemilu bahkan terkesan seperti sampah.

Pemandangan itu terlihat diberbagai sudut kota di Banda Aceh dan terkesan kumuh oleh Alat Peraga Kampanya (APK), tanpa kecuali, terkesan bagaikan sampah di ruang publik, termasuk pada tiang telepon, tiang listrik, tiang marka jalan serta lorong-lorong, pagar-pagar, tembok rumah dan pagar rumah ibadah, pohon-pohon kayu, fasilitas umum, jalan di perkampungan dan banyak lagi lainnya merusak pemandangan dan lingkungan, itu terlihat saat KBA.ONE melakukan pengamatan, Rabu 3 Januari 2024.

Suasana kumuh oleh APK di jalan – jalan ibu kota Banda Aceh sangat meresahkan warga yang melintas dan melanggar etika serta estetika tata kota dan kenyamanan masyarakat serta lingkungan.

Taufik A. Rahim sebagai pengamat politik dan lingkungan ikut prihatin atas suasana kota Banda Aceh dihiasi APK yang amburadul, “ini memperlihatkan atau menggambarkan bahwa para aktor politik ataupun politisi tidak menghargai serta menjunjung tinggi etika moral serta tidak menghargai estetika kelestarian lingkungan serta keindahan kota, sebutnya kepada KBA baru – baru ini.

Para aktor politik dan partai politik hanya mengandalkan spanduk dan baliho pada pemilu 2024 mendatang, masih memikirkan pemampangan baliho seolah – olah hanya itu satu – satunya sebagai alat berkampanye yang baik, kata Taufik A. Rahim.

Bacaan Lainnya

“Gambaran serta tampilan ini demikian menyebar luas, sehingga secara sadar masyarakat ataupun rakyat semakin selektif dan tidak ingin tertipu hanya dengan tampilan wajah, gambar serta gaya yang tersebar di ruang publik,” kata Taufik.

Padahal, tambah Taufik, berkampanye masih ada cara lain yang lebih cerdas dan meyakinkan publik dengan tingkat kepercayaan publik lebih tinggi fari pada pajangan APK, katanya.

Sementara itu, untuk mengetahui sang politikus terhadap gagasan politiknya, ide, integritas, dan sikapnya, bagaimana cara masyarakat untuk mengetahuinya, sedangkan para politisi hanya mengandalkan spanduk dan baliho untuk metode kampanyenya.

Taufik A. Rahim lanjut menjelaskan, meskipun spanduk, baliho dan banner berserakan dimana-mana. Namun demikian, strategi politik tampilan wajah aktor politik lokal ini akan mendongkrak elektabilitas partainya, juga penambahan suara bagi jumlah anggota legislatif pada Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), bahkan akan menggerus jumlah suara partai lokal tesebut dan tidak lagi menjadi dominan pada lembaga legislatif lokal.

“Sesungguhnya jika para politisi tidak smart dalam berkampanye termasuk penyebaran APK justru akan ditinggalkan oleh para pemilih, saat ini masyarakat pintar dalam menentukan pilihannya,” kata Taufik.

Begitupun dilema salah seorang warga Banda Aceh, Nauval, 23 tahun mengatakan, baginya pemasangan spanduk dan baliho yang digunakan para partai politik bukan menjadi penting saat pemilihan nanti “tempat pemasangan spanduk terlalu berserak di pinggir jalan, di pagar rumah warga, dan di taman persimpangan jalan tidak menjadi indah lagi akibat APK berserak kotor dan kumuh.

Ia melanjutkan, benar bahwa pemilu itu pesta demokrasi, tapi cara berkampanye tidaklah menjadi jalan utama dalam mencari suara saat pemilihan suara, tegasnya.

Menurut Ketua Komisi Independen Pemilihan (KIP) Kota Banda Aceh, Yusri Razali mengatakan, pihak KIP Kota Banda Aceh sudah mengundang seluruh partai politik dan peserta pemilu 2024, untuk jelaskan dan sosialisasikan terkait aturan- aturan dan persyaratan untuk kampanye.

“KIP Kota Banda Aceh telah mengeluarkan surat Keputusan (SK) lokasi- lokasi pemasangan spanduk dan baliho yang dibolehkan untuk digunakan oleh partai politik dan peserta pemilu 2024,” ungkap Yusri.

Akan tetapi para partai politik dalam pemasangan Alat Peraga (APK) politik tidak sesuai aturan. Pada pasal 19 ayat 1 huruf A menyebutkan bahwa, setiap orang atau badan dilarang mengotori atau menempel iklan di dinding, tembok, jembatan, halte, tiang listrik, pohon, kendaraan bermotor umum, rambu lalu lintas , dan fasilitas umum, ujar Yusri.

Terhadap pelanggaran ketentuan ini dapat dikenakan sanksi berupa, Pembebebanan biaya paksaan penegakan/pelaksanaan hukum sebesar Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan itu hanya pelanggaran di satu titik.

Menurut Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 23 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilihan Umum:

“Pasal 32 (1) Peserta Pemilu dapat mencetak dan memasang Alat Peraga Kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf d. (2) Alat Peraga Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. baliho, billboard, atau videotron; b. spanduk; dan/atau c. umbul-umbul.” jelasnya.

Yusri melanjutkan, apabila pihak partai politik dan peserta pemilu 2024 melanggar aturan yang ada, maka pihak Bawaslu yang menindak lanjuti.

“Silahkan masyarakat melaporkan kepada Bawaslu apabila partai politik dan peserta pemilu 2024 memasang spanduk dan baliho yang melanggari ketentuan yang ada,” ungkap Yusri.

Soal elektabilitas, Taufik A. Rahim. mengatakan, para tokoh – tokoh politik lokal tidak memiliki integritas politik dan sangat ketergantungan berlebihan kepada partai nasional (Parnas) yang memanfaatkan politikus lokal untuk mendulang suara di Aceh.

Hal ini telah terbukti dari dua periode Pemilu dan posisi partai nasional menempelkan serta menyertakan gambar tokoh politik lokal diharapkan bisa mendongkrak suara serta meningkatkan posisi elektabilitas partainya di Aceh.

Namun saat ini dengan bertambah partai lokal (Parlok), masyarakat akan bergeser kepercayaannya pada parlok – parlok yang baru dan berbasis Islam, ujar Taufik.

Dilain sisi, secara politik Aceh tidak memiliki kekhususan lantaran waktu politik disamakan dengan pemilu nasional sehingga kehilangan siklus pemilihan seperti Pilkada, artinya Aceh sama seperti daerah lain bahkan bisa ditunggangi oleh kepentingan pusat.

Taufik juga mengajak masyarakat agar cerdas dalam memlih mana caleg – caleg incumben yang tidak mampu memajukan Aceh lewat legislatif baiknya ditinggal saja, tegasnya.[KBA]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *