Banda Aceh|BidikIndonesia.com – Pemerintah Aceh kini sedang menyusun Peraturan Gubernur (Pergub) tentang Pertambangan Rakyat sebagai langkah strategis menertibkan tambang-tambang ilegal yang marak beroperasi di berbagai kabupaten/kota.
Pergub ini digadang-gadang menjadi solusi konkret agar aktivitas tambang rakyat di Aceh bisa berjalan legal, ramah lingkungan, dan tetap menggerakkan ekonomi masyarakat.
Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh, Taufik, mengatakan penyusunan Pergub tersebut merupakan tindak lanjut dari arahan Gubernur Aceh dua pekan lalu, yang menekankan pentingnya langkah tegas terhadap praktik pertambangan tanpa izin yang telah berlangsung sejak lama.
“Sudah saatnya tambang-tambang ilegal di Aceh ditertibkan secara sistematis, bukan hanya ditutup paksa tanpa solusi. Dan dua hari siap,” kata Taufik usai acara diskusi publik di Banda Aceh.
Ia menjelaskan, Dinas ESDM bersama sejumlah instansi terkait seperti Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), Dinas Lingkungan Hidup, dan aparat penegak hukum termasuk Polda Aceh, Kodam Iskandar Muda, Kejaksaan, serta Badan Intelijen Negara (BIN) telah membentuk satuan kerja bersama untuk menertibkan tambang ilegal secara terpadu.
“Kami sudah duduk bersama di pendopo Gubernur, membahas langkah-langkah nyata untuk menghentikan aktivitas tambang ilegal tanpa menimbulkan gejolak sosial,” katanya.
Namun, Taufik mengakui penertiban tambang ilegal tidak bisa dilakukan semata-mata dengan tindakan hukum. Sebab, di balik aktivitas tersebut terdapat ribuan warga yang menggantungkan hidupnya dari hasil tambang rakyat.
“Ini bukan hanya persoalan pelanggaran izin, tapi juga soal perut rakyat. Karena itu, kami harus menyediakan solusi yang memberi ruang bagi masyarakat tetap bisa bekerja dan mendapatkan penghasilan,” ujarnya.
Solusi itu diwujudkan melalui Pergub Pertambangan Rakyat, yang saat ini tengah difinalkan. Pergub ini akan menjadi dasar hukum pembentukan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) di setiap daerah, sehingga masyarakat dapat menambang secara sah dan diawasi pemerintah.
Menurut Taufik, landasan hukum Pergub tersebut mengacu pada Pasal 15 Ayat 6 Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) yang memberikan kewenangan pengelolaan tambang kepada pemerintah kabupaten/kota dan provinsi.
Selain itu, juga disesuaikan dengan Qanun Aceh Tahun 2013 serta Permen ESDM Nomor 174 Tahun 2024 tentang tata cara dan teknis pertambangan rakyat. “Kami terus berkoordinasi dengan Pak Sekda agar segera disahkan dan bisa dijalankan di lapangan,” ungkapnya.
Disamping itu, Taufik menyebutkan Gubernur Aceh sejak Maret 2025 telah meminta seluruh bupati dan wali kota untuk mengusulkan wilayah potensial yang bisa ditetapkan sebagai WPR. Hingga kini, baru empat daerah telah merespons, yakni Aceh Barat, Aceh Jaya, Gayo Lues, dan Pidie.
Setelah usulan diterima, tim dari Dinas ESDM akan turun ke lapangan untuk melakukan survei potensi dan kelayakan tambang. “Tidak semua lokasi bisa ditetapkan jadi WPR. Kita harus pastikan ada cadangan mineral yang layak dan tidak menimbulkan kerusakan lingkungan,” jelasnya.
Langkah ini, kata Taufik, bukan hanya menekan tambang ilegal, tetapi juga membuka ruang ekonomi baru di daerah. Pertambangan rakyat yang terlegitimasi melalui izin resmi akan memberi kepastian hukum, keselamatan kerja, dan kontribusi ekonomi bagi masyarakat.
“Kita ingin tambang rakyat ini jadi kekuatan ekonomi baru. Dengan sistem yang tertata, rakyat bisa bekerja tanpa takut dikejar aparat, pemerintah bisa mengawasi, dan daerah juga mendapat manfaat,” katanya.
Ia menambahkan, sinergi lintas lembaga juga dilakukan agar proses penertiban di lapangan berlangsung aman dan tanpa kekerasan. Pemerintah, katanya, berkomitmen menjadikan langkah ini sebagai transformasi menuju pengelolaan tambang yang berkeadilan.
Taufik menegaskan, keberadaan Pergub ini nantinya akan membawa perubahan besar dalam tata kelola sumber daya alam di Aceh. Selain menghapus tambang ilegal, regulasi ini juga memberi kepastian usaha bagi masyarakat sekaligus memperkuat pendapatan daerah.
“Dengan berkurangnya dana otonomi khusus, kita perlu menggali potensi ekonomi baru. Jika tambang rakyat ini dikelola baik, akan menjadi sumber kemakmuran bagi masyarakat dan memperkuat ekonomi daerah,” pungkasnya.