Aceh Berduka, Indonesia Kehilangan Qari Internasional Pertama

Aceh Berduka, Indonesia Kehilangan Qari Internasional Pertama
Malam samadiyah, tahlil, doa, dan haflah Al-Qur’an untuk Drs. H. Ahmad Muhadjir, S.Q. di Masjid Jami’ Darussalam (Gambar: Amira Layyina)

Banda Aceh | BidikIndonesia – Indonesia kehilangan salah satu tokoh besar dalam dunia tilawah Al-Qur’an. Drs. H. Ahmad Muhadjir, S.Q., qari senior yang menjadi juara pertama Qari Internasional dari Indonesia, wafat pada Kamis 23 Januari 2025/23 Rajab 1446 H. Kepergiannya meninggalkan duka mendalam bagi masyarakat Aceh dan dunia qari-qariah nasional.

Sebagai bentuk penghormatan, masyarakat Aceh menggelar malam samadiyah, tahlil, doa, dan haflah Al-Qur’an pada Ahad malam Senin, 16 Februari 2025, di Masjid Jami’ Darussalam, Universitas Syiah Kuala (USK), setelah salat Isya pukul 20.45 WIB. Acara ini diselenggarakan oleh Ikatan Persaudaraan Qari-Qariah dan Hafiz-Hafizah (IPQAH) Aceh serta Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an (LPTQ) Aceh.

Ketua LPTQ Aceh, Dr H Armiadi Musa MA, menyampaikan bahwa kepergian Ahmad Muhadjir bukanlah perpisahan, tetapi kepulangannya kepada Allah SWT.

“Beliau bukan pergi, tetapi kembali kepada Allah,” ujar Ketua LPTQ Aceh.

Sekretaris IPQAH Aceh, Syauqi, menambahkan bahwa acara ini merupakan bentuk penghormatan dan rasa duka masyarakat Aceh terhadap Ahmad Muhadjir.

Bacaan Lainnya

“Beliau adalah inspirasi bagi para qari dan qariah di Indonesia, khususnya di Aceh. Prestasinya sebagai qari internasional pertama dari Indonesia menjadi teladan bagi generasi setelahnya,” kata Syauqi.

Acara tersebut dihadiri oleh berbagai kalangan, mulai dari tokoh agama, pengurus lembaga tilawah Al-Qur’an, hingga masyarakat umum yang datang bersama keluarga dan anak-anak mereka. Kehadiran anak-anak mencerminkan bagaimana sosok Ahmad Muhadjir telah menginspirasi berbagai generasi dalam kecintaan terhadap Al-Qur’an.

Almarhum Drs. H. Ahmad Muhadjir, S.Q. (Gambar: Mufid Media)
Qari Internasional Pertama dari Indonesia

Jika dibandingkan dengan para qari dan qariah Indonesia yang berjaya di tingkat dunia, Ahmad Muhadjir termasuk yang paling senior. Ia merupakan qari pertama Indonesia yang meraih gelar juara Qari Sejagat yang dihelat di Makkah, Arab Saudi, pada 1980. Prestasi tersebut menjadi pencapaian tertinggi pertama bagi Indonesia dalam ajang Qari Dunia di Makkah.

Setelah kemenangan tersebut, Ahmad Muhadjir mendapatkan penghormatan tinggi, termasuk sambutan resmi saat kembali ke Indonesia. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bahkan mengaraknya keliling kota dengan jip terbuka, bersama Harir Muhammad (Juara Keenam Hafiz Quran 1980), layaknya juara dunia olahraga.

Muhadjir memang seorang qari senior di Indonesia. Ia merupakan lulusan Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an (sekarang Institut Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an). Sejak meraih kemenangan di Arab Saudi, ia terus berkiprah dalam dunia tilawah Al-Qur’an, baik sebagai pembina, juri, maupun qari tamu di berbagai negara.

Mengharumkan Indonesia di Kancah Internasional

Setelah menjuarai Qari Internasional, Ahmad Muhadjir semakin dikenal di dunia Islam. Ia kerap diundang ke berbagai negara sebagai juri maupun qari tamu dalam acara-acara besar. Tahun 1980 merupakan tahun kedua Kerajaan Arab Saudi mengadakan lomba tilawah Al-Qur’an. Pada awalnya, cabang yang dilombakan hanya hafalan, tetapi kemudian berkembang hingga mencakup cabang tilawah.

Muhadjir tidak lagi mengikuti kompetisi setelah meraih gelar juara dunia, tetapi kariernya justru semakin cemerlang. Ia menjadi hakim (juri) dalam berbagai perlombaan tilawah Al-Qur’an tingkat internasional, termasuk di Iran pada 2002, 2003, 2004, dan 2010. Selain itu, ia juga sering menjadi qari tamu dalam acara resmi yang diadakan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Eropa, serta diundang ke acara penting seperti peresmian masjid di Bosnia dan peringatan haul 300 tahun Syeikh Yusuf di Afrika Selatan.

“Semua benua sudah saya datangi, kecuali Amerika dan Australia,” ujarnya dalam sebuah wawancara yang dikutip dari LPTQ Jakarta.

Selain itu, Ahmad Muhadjir juga pernah menjadi qari langganan Kerajaan Uni Emirat Arab (UEA). Pada Ramadan 2002, 2003, dan 2005, ia diundang menjadi qari di berbagai masjid di UEA selama sebulan penuh.

Menurutnya, qari dari Indonesia sangat disukai di Timur Tengah, terutama di Uni Emirat Arab, karena dikenal lebih fleksibel dan tidak banyak tuntutan dibandingkan dengan qari dari Malaysia dan Brunei Darussalam yang meminta pengawalan serta fasilitas khusus.

Membina Qari-Qariah Muda

Di usia senjanya, Ahmad Muhadjir lebih banyak mengabdikan diri untuk membina qari-qariah muda di Indonesia. Bersama istrinya, ia berkeliling daerah untuk memberikan pelatihan tilawah Al-Qur’an. Baginya, seorang qari yang baik tidak hanya harus memiliki suara dan lagu yang indah, tetapi juga harus menjaga tajwid dan fasholah dalam membaca Al-Qur’an.

“Tajwid berhubungan dengan akurasi dan qolqolah dalam melafalkan huruf. Fasholah terkait dengan pemenggalan dalam kalimat. Dua itu jangan sampai salah. Sebab, itu yang pokok dalam membaca Al-Qur’an, meski lagu dan suaranya bagus,” jelas almarhum, dikutip dari LPTQ Jakarta.

Sebagai tokoh yang berperan besar dalam perkembangan tilawah Al-Qur’an di Indonesia, Ahmad Muhadjir meninggalkan warisan yang tak ternilai. Kepergiannya membawa duka bagi masyarakat, terutama bagi mereka yang pernah dibimbing dan belajar darinya. Kini, sosoknya telah berpulang, tetapi dedikasi dan kontribusinya terhadap dunia Al-Qur’an tetap hidup dalam ingatan dan karya para qari-qariah penerusnya.[mia] 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *