Banda Aceh | BidikIndonesia – Masalah stunting masih menjadi tantangan besar di Provinsi Aceh, meskipun sejumlah upaya telah dilakukan oleh pemerintah dan berbagai pihak terkait, hal itu menjadi pembahasan Dr. Basri Aramiko, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Aceh, Dalam dialog Mozaik Indonesia yang disiarkan oleh RRI Banda Aceh (10/12/2024).
Stunting, yang merujuk pada kondisi kekurangan gizi kronis yang menghambat pertumbuhan fisik dan mental anak, masih menjadi masalah besar di Aceh. Berdasarkan data survei tahun 2023, angka stunting di Aceh tercatat di atas rata-rata nasional, meskipun ada fluktuasi terkait kelahiran dan jumlah anak balita. Basri menjelaskan bahwa meski berbagai program telah dijalankan, tantangan utama tetap pada faktor penyebab yang kompleks, termasuk pola asuh, kekurangan gizi, serta faktor lingkungan seperti sanitasi yang buruk.
Menurut Basri, salah satu penyebab utama stunting adalah kekurangan gizi yang dimulai bahkan sebelum masa kehamilan. Pola makan yang tidak sehat pada remaja putri, yang kelak menjadi calon ibu, meningkatkan risiko stunting pada anak. Kurangnya pemahaman tentang pentingnya gizi yang baik, ditambah dengan kebiasaan budaya yang tidak mendukung, memperburuk kondisi ini. Basri juga menyoroti pentingnya pemberian ASI eksklusif dan makanan pendamping yang sesuai dengan usia anak sebagai langkah preventif.
Di sisi lain, faktor lingkungan seperti ketersediaan air bersih dan sanitasi yang buruk juga mempengaruhi masalah gizi anak. Penyakit infeksi, yang sering kali disebabkan oleh sanitasi yang buruk, dapat mengganggu penyerapan gizi dan memperburuk kondisi kesehatan anak. Selain itu, banyak keluarga di Aceh yang kurang memanfaatkan fasilitas sanitasi yang telah disediakan pemerintah.
Pendidikan tentang stunting juga menjadi bagian penting dari upaya penanggulangan. Basri menekankan bahwa meskipun ibu hamil dan menyusui biasanya sudah mengetahui pentingnya gizi, kurangnya literasi dan kebiasaan tradisional yang diwariskan menjadi hambatan. Oleh karena itu, penting untuk melibatkan suami dan keluarga dalam proses edukasi ini, karena peran orang tua sangat besar dalam mencegah stunting.
Selain itu, Basri mengungkapkan bahwa salah satu solusi yang dapat diterapkan adalah melalui program-program bimbingan pra-nikah dan pendidikan kesehatan di KUA. Melalui program ini, calon pengantin dapat diberikan pengetahuan tentang pentingnya pemenuhan gizi selama kehamilan dan masa menyusui, serta upaya-upaya lain untuk mencegah stunting.
Secara keseluruhan, meskipun angka stunting di Aceh masih tinggi, langkah-langkah penanggulangan yang dilakukan telah memberikan dampak positif. Program edukasi, peningkatan akses terhadap sanitasi yang lebih baik, serta pemahaman yang lebih luas tentang gizi dan kesehatan ibu hamil diharapkan dapat menurunkan angka stunting di masa depan. Dr. Basri menutup dialog dengan pesan penting bahwa keberhasilan dalam penanganan stunting tidak hanya dilihat dari penurunan angka, tetapi juga dari perubahan perilaku masyarakat yang lebih peduli terhadap pentingnya gizi seimbang untuk mencegah stunting.
Program penanggulangan stunting di Aceh masih perlu ditingkatkan, namun langkah-langkah yang sudah dilakukan menunjukkan harapan untuk masa depan yang lebih sehat bagi generasi mendatang.[RRI]